SMPdiskusi1

“PUASA: AKU VS DIRIKU”

Tema Menarik dan Panasnya Diskusi

MATALOKO – Kamis, (08/02/2024) menjadi hari yang baik bagi komunitas SMP Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko. Pada hari ini para seminaris mengadakan kegiatan diskusi ilmiah yang ditanggung oleh kelas IX C. Tema diskusi yang diangkat kali ini adalah “Puasa: Aku vs Diriku”. Kegiatan  ini berhasil menarik perhatian semua peserta diskusi yang hadir di aula SMP Seminari Mataloko.

Acara dimulai dengan sambutan pembuka dari Tim Prefek SMP yang diwakili oleh Fr. Brian Lagaor, SVD. Dalam sambutan pembukanya, Fr. Rian Lagaor, SVD menjelaskan alasan dan tujuan pemilihan tema. “Tema diskusi ilmiah ‘Puasa: Aku vs Diriku’ yang kita angkat kali ini merupakan salah satu bentuk persiapan untuk menyambut masa Prapaskah. Kita mesti melawan diri kita, terutama hal-hal yang bersifat keinginan. Kita diajak agar bisa memilih dan memilah kebutuhan dari keinginan; bisa mengendalikan diri. Tidak semua keinginan harus dipenuhi”, ungkap Fr. Rian Lagaor, SVD.

Kegiatan ini menjadi rutinitas bulanan siswa SMP Seminari Mataloko. Selain menggugah dan melatih jalan berpikir para seminaris, diskusi ilmiah menjadi sarana  pengembangan diri, mengasah kemampuan berbicara, dan yang terpenting memupuk kerelaan hati dalam sikap mendengarkan. Begitulah kira-kira tujuan kegiatan ini dibuat.

Diskusi ilmiah menjadi kegiatan unggulan yang dipercaya mampu mengubah pola pikir para seminaris dalam menjalankan rutinitas hidup dengan lebih baik. Kegiatan ini biasanya ditanggung oleh salah satu kelas dan diberi rentang waktu dua sampai tiga minggu untuk mempersiapkan materi. Waktu yang diberikan cukup lama karena pemateri membutuhkan data lapangan terkait tema dengan melakukan beberapa penelitian. Pemateri menyajikan makalah sebagai referensi masalah diskusi dan slide power point untuk untuk mempresentasikan materi kepada audiens.

Kelas IX C pada hari ini membawakan materi dengan baik. Kris Lidharmantara maju sebagai presentator untuk memaparkan materi yang telah disusun. Penjelasan tentang pantang dan puasa disampaikan dengan sangat baik oleh pemateri, terutama dalam konteks pertarungan antara kehendak diri dengan kedisiplinan. Mereka juga menggunakan pandangan filosofi stoikisme dari Zeno, salah seorang filsuf Yunani Kuno, tentang pengendalian diri. Penggunaan kata-kata dan istilah baru membuat audiens berdiri mengajukan pertanyaan informatif. Diskusi pun dimulai.

Saat tiba sesi diskusi, banyak audiens maju mempertanyakan tentang bagaimana hubungan dikotomi kontrol dengan pengendalian diri di kalangan seminaris. Setiap pertanyaan dijawab dengan baik oleh pemateri. “Seminaris harus bisa mengendalikan diri secara sadar mengingat dikotomi kontrol adalah kondisi manusia mengendalikan diri secara sadar dan tidak sadar. Begitulah kira-kira jawaban kelas IX C, dikutip dari tanggapan Kris Lidharmantara saat diskusi.

Suasana seketika memanas ketika Ian Roga berdiri mengajukan beberapa kritikan atas makalah pemateri. Dia beranggapan bahwa adanya perbedaan makna yang dijelaskan oleh pemateri. Hal itu justru menimbulkan suatu keambiguan. Terlebih lagi terdapat manipulasi penyusunan data kuesioner. Ian Roga mati-matian meminta pertanggungjawaban pemateri terkait adanya indikasi kecurangan data kuesioner yang diambil pemateri. “Kalau data kuesioner dimanipulasi, ini berarti bukan diskusi ilmiah, tetapi diskusi opini”, ungkap Ian Roga saat mengkritik makalah kelas IX C. Seketika diskusi pun menjadi panas diiringi riuhan audiens yang tidak terkendali.   

Ada hal menarik terjadi setelah Ian Roga menyampaikan kritikannya. Eskil Lou berdiri membantu kelas IX C untuk memberikan jawaban. “Perbedaan data kuesioner itu bukan manipulasi melainkan karena kesalahan kalkulasi semata. Jangan memperdebatkan hal yang tidak perlu. Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Jadi, teman Ian Roga tidak bisa menuntut kesempurnaan itu”, ungkapnya. Banyak audiens kaget mendengar komentar Eskil Lou karena seharusnya sebagai seorang moderator ia tidak perlu menjawab demikian.

Panasnya diskusi terus berjalan sampai akhirnya Fr. Orsan, OFM berdiri untuk menyampaikan masukan. “Data kuesioner memang harus dipertanggungjawabkan dengan baik dan jujur karena di situlah letak keilmiahan diskusi ini. Tujuan kita berdiskusi adalah untuk mencari sebuah kebenaran bersama. Boleh-boleh saja kita berdebat, tetapi ingat bahwa kita tidak bisa memenangkan ego masing-masing. Tadi, pemateri sudah mengakui kelalaian mereka kepada audiens. Maka, baiklah kita saling mendengarkan satu sama lain.” Begitulah kira-kira tanggapan Fr. Orsan, OFM yang sekaligus menutup panasnya diskusi hari ini. Suasana dinetralkan ketika Berchmawan Junior Acustic memainkan beberapa lagu selingan yang dinyanyikan bersama.

Di akhir diskusi, Fr. Igin O.Carm memberikan beberapa komentar dan masukan terkait jalannya diskusi. Ia menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada para pemateri dan semua peserta diskusi yang telah menunjukkan keterlibatan aktif dalam kegiatan diskusi ilmiah ini. Selain itu, Fr. Igin O.Carm juga memberikan catatan atas peran moderator sebagai pemandu utama diskusi. “Eskil belum bisa menjalankan tugas pokoknya dengan baik. Dia adalah moderator dalam diskusi ini. Perkataannya tadi seolah-olah menunjukkan pembelaan terhadap kelas IX C sebagai pemateri. Kita belajar dari kekeliruan-kekeliruan seperti ini supaya tidak terjadi lagi dalam diskusi-diskusi berikutnya.” Itulah kira-kira tanggapan Fr. Igin O.Carm di akhir kegiatan diskusi ilmiah kali ini.

Walaupun suasana diskusi cukup tegang dan panas, hal itu hanya berlangsung di ruang diskusi saja. Di luar ruang diskusi, para seminaris tetap menjalin relasi dengan baik. Solidaritas tetap berjalan; keakraban kembali seperti semula.

Peliput: Dovi Nono (IX A)

Tags: No tags

Comments are closed.