SMP1

GUDEP SMPS SEMINARI SELENGGARAKAN HIKING

Mengisi Hari Guru Nasional

Gudep SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Mataloko, berkekuatan 9 kloter ini menyelenggarakan hiking, di seputaran Mataloko, Sabtu (25/11/2023).

Lengkapnya rute hiking dimulai dengan mendaki bukit Wolo Riti di belakang Kampung Wolokuru, lalu menuruni bukit melewati Jembatan Bheto Keli, menyusuri lereng bukit Wolo Sasa, turun sampai ke dasar bukit, lalu masuk ke jalan raya Mataloko.

Kegiatan tersebut bertepatan dengan Hari Guru Nasional (HGN), saat sebagian besar guru SMPS mengikuti serangkaian kegiatan HGN di luar sekolahnya.

Diawali apel bersama memperingati Hari Guru Nasional di Lapangan Apel SMA, pelepasan masing-masing regu dilaksanakan oleh Ermelinda Muku, S.Pd, atau Kak Ermin, guru pembina Pramuka SMPS Seminari.

Ermelinda Muku melepaskan kloter-kloter hiking.

Hadir sebagai instruktur kegiatan Antonius Ndiwa, akrab disapa Kak Anton, Instruktur Pramuka Gudep Seminari, dan Ubaldus Mere, atau Kak Dus, guru SMPN 1 Maukeli yang telah memasuki purna bakti.

“Kegiatan hiking ini menarik sekali. Penuh tantangan. Jalani kegiatan ini dengan gembira tapi bersungguh-sungguh, ikuti semua peraturan yang ada. Ikuti dengan penuh kedisiplinan, miliki semangat tahan uji,” pesan Kak Ermin, mewakili Kepala SMPS.

Patahkan Rintangan

Dalam rombongan, seluruh peserta harus melewati berbagai rintangan. “Penjelajahan ini terbilang ekstrim. Harus mendaki dan menuruni bukit terjal,” jelas Kak Ermin.

Pada pos rintangan pertama, misalnya, mereka harus melewati titian di atas kubangan kerbau. Mereka harus bisa memecahkan sandi sebagai password-nya. Mereka harus bisa memastikan semua anggota regu selamat.

Mengucapkan ‘Selamat Hari Guru’ kepada para guru

“Bayangkan saja kalau itu bukan kubangan kerbau, tapi kolam yang dalam dan banyak buayanya. Semua harus selamat kan?” jelas Kak Anton saat ditemui, Minggu (26/11).

Pada pos yang lain, mereka harus memasuki kebun warga. Di sini mereka diwajibkan berkomunikasi dengan warga untuk bisa memecahkan sandi. Keterampilan bernegosiasi penting dikuasai.

Snack berupa ubi-ubian dan teh disiapkan di kebun. Namun, mereka hanya dapat menikmatinya setelah mampu memecahkan kode. Kerja sama dalam kelompok sangat penting. Tanpa kerja sama upaya pemecahan mungkin terjadi, tapi berlarut-larut, dan tidak efektif. Akibatnya, mungkin lapar.

Makan siang disiapkan Seminari secara mencukupi. Namun, mereka harus melewati berbagai rintangan alam, yang menuntut kerelaan saling menolong. “Mereka tidak bisa langsung makan. Mereka juga tidak boleh memikirkan hanya dirinya sendiri. Harus ada kasih sayang, dan kerelaan membantu,” Kak Anton menambahkan.

Kak Anton (tengah) dan Kak Dus (kanan) di Kamar Makan para Romo

Nilai-Nilai yang Hidup

Banyak nilai bisa dialami dan dihayati para siswa melalui kegiatan yang satu ini. Selain berbagai keterampilan kehidupan, nilai-nilai yang tertuang dalam Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka dapat dipelajari dan menjadi living values. Hal ini ditekankan Kak Ermin, sejak awal pelepasan.

“Kecintaan pada Tuhan, misalnya, nyata ketika anak-anak saling menghormati, dan memiliki kasih sayang. Masuk kebun orang, lihat pepaya masak, mereka tidak serta merta mengambil. Ada nilai yang mengawal mereka. Itu kesucian,” tegas Kak Anton penuh semangat.

“Mereka juga diajak mencintai alam,” sambung Kak Dus. “Tapi mereka harus ada dalam kebersamaan. Jadi patuh satu sama lain, saling mendengar, tidak menang sendiri. Kalau ada rintangan harus tabah. Kalau membantu harus tulus, itu semua nilai-nilai Dasa Darma,” lanjutnya.

Kak Anton, menyiagakan Penegak

“Jangan lupa, mereka jalan kaki cukup jauh. Mereka berolahraga, berkeringat, sehat. Mereka diajak mencintai kehidupannya,” Kak Anton melengkapi. Pengalaman-pengalaman ini kaya untuk direfleksikan.

Hidup di Tengah Alam

Sehari sebelum hiking, diadakan latihan membangun kemah, khusus untuk kelas VII. “Banyak siswa belum mempunyai pengalaman berpramuka saat mereka di SD. Jadi mereka harus dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar,” kata Kak Anton.

Salah satu keterampilan yang perlu mereka asah adalah bertahan hidup di tengah alam. “Karena itu mereka perlu berlatih membangun kemah, membuat dapur, tempat jemur, menata pagar, membuat simpul-simpul tali,” tutur Kak Dus.

Hidup ke depan sering tidak bisa diduga. Orang harus bisa hidup dalam keterbatasan di tengah alam.

Lelah? Ya! Tapi tetap ceria!

Kesan Mendalam

“Anak-anak Seminari itu kemampuan mendengarnya bagus, cepat tanggap, dan mereka patuh,” kata Kak Dus. “Saya gembira mendampingi mereka.”

 Kak Ermin juga menyatakan kepuasan dan rasa harunya. “Anak-anak kita tahan banting. Kakak-kakaknya yang dari SMA tulus sekali membantu. Mereka kompak, dan sangat menyayangi adik-adiknya. Mereka selalu berusaha memastikan adik-adiknya makan dulu, minum dulu, baru memikirkan dirinya. Mereka itu tahan haus demi adik-adiknya. Saya terharu sekali. Selain itu mereka teliti. Kalau tanda-tanda jejak tidak mereka baca dengan teliti, mereka bisa tersesat, karena ini rute baru.”

Penegak dari SMA ikut membantu

Pramuka membantu anak-anak walk the talk – melakukan, menghayati, dan tidak sekadar mengatakan.

Kesan lainnya, para siswa itu taat. “Dalam kelompok mereka tidak sembarangan. Mereka teratur, tapi kreatif, dan penuh konsentrasi. Ini bagus sekali untuk jadi bekal kehidupan,” kata Kak Dus.

Kak Dus mengharapkan, kegiatan ini rutin dilakukan.

“Satu minggu satu kali ada kegiatan Pramuka itu bagus sekali,” tambah Kak Anton. Banyak pengetahuan dan keterampilan yang harus mereka dalami.

Tetap semangat, tahan uji, kompak, tidak patah arang

“Kalau pengetahuan dan keterampilan mereka dangkal, mereka kesulitan ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan dengan tingkat kesulitan dan tantangan yang lebih tinggi,” tambah Kak Anton. Ada Pramuka di tingkat Kabupaten. Ada Jambore. Ada Raimuna. Semua itu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang lebih memadai (Nani Songkares).

1

DARI PENDEKATAN DEFISIT KE PENDEKATAN ASET

Seminar Sehari Calon Guru Penggerak

Beatriks Igo, Calon Guru Penggerak (CGP) SMPS Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko, menggelar presentasi modul ke-3 berjudul “Pemetaan Aset Kolaboratif di SMPS Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko”, Rabu (08/11/2023). Acara ini diikuti dengan antusias oleh semua peserta yang hadir. Komponen peserta yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Pengawas Sekolah Kabupaten Ngada, Pengawas Binaan Seminari Mataloko, Kepala Sekolah SMPS Seminari Mataloko, Tokoh Pendidikan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Gender, Perwakilan Orang Tua Siswa, Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMPS Seminari Mataloko, dan  beberapa perwakilan siswa.

Acara dimulai pukul 09.00 WITA dan dibuka dengan sambutan hangat dari Kepala Sekolah SMPS Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko, RP. Anton Waget, SVD. Dalam sambutannya, RP. Anton Waget, SVD mengangkat sebuah prinsip dan filosofi pendidikan yang ada dalam masyarakat Vietnam dan Jepang. Dia menegaskan bahwa upaya meningkatkan standar dan kualitas pendidikan yang kreatif dan inovatif merupakan tugas bersama yang melibatkan peran seluruh elemen masyarakat; bukan hanya tugas para guru.

“Di Vietnam, untuk mendidik satu orang saja, membutuhkan peran serta seluruh masyarakat. Kita juga melihat dalam masyarakat Jepang, setelah mengalami kehancuran akibat perang dunia II, mereka mulai membangun negaranya dengan pendidikan. Indonesia, melalui Ki Hadjar Dewantara, sudah mulai memikirkan kemerdekaan bangsa lewat pendidikan. Dia telah membangun dan meletakkan dasar pendidikan bangsa Indonesia dengan sangat baik.” ujar RP. Anton Waget, SVD.

P. Anton Waget, SVD, Kepala SMPS Seminari, sedang memberikan sambutan.

Selanjutnya, RP. Anton Waget, SVD mengajak peserta untuk mendukung dan mengapresiasi program Pemerintah Indonesia saat ini yang berupaya meningkatkan standar dan kualitas Pendidikan di Indonesia lewat program guru penggerak. Secara khusus, RP. Anton Waget, SVD mengapresiasi usaha keras Beatriks Igo yang membuka diri menyambut program ini dengan sukacita, sekalipun ia harus melewati banyak tantangan dan rintangan seperti beban tugas di sekolah, keluarga, dan juga di lingkungan masyarakat. Di akhir sambutannya, RD. Anton Waget, SVD membuka kegiatan secara resmi dan disambut dengan tepuk tangan dari para peserta.

Kegiatan presentasi dan diskusi ini berjalan lancar. Sesuai dengan semangat pengajaran partisipatif, Beatriks mendorong peserta untuk berbagi ide dan pengalaman mereka, menciptakan suasana diskusi yang dinamis. Beatriks juga mengajak peserta untuk bersama-sama melihat dan mendalami potensi aset yang ada di SMPS Seminari Mataloko. Melalui konsep-konsep penting pemetaan aset kolaboratif, materi presentasi diperkaya dengan studi kasus, contoh praktis, dan interaksi langsung dengan peserta.

Kegiatan presentasi modul ke-3 ini ditutup dengan sambutan dari Kepala Sekolah SMPS Seminari Mataloko. Dalam sambutan penutupnya, RP. Anton Waget, SVD mengapresiasi kerja keras   Beatriks yang sudah memasuki tahap-tahap akhir dari perjuangannya untuk menjadi seorang guru penggerak. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah terlibat dalam kegiatan ini sekaligus mengajak para peserta agar membangun kerja sama yang baik dalam meningkatkan standar dan kualitas pendidikan di SMPS Seminari Mataloko.

Aset yang Melimpah

Pemetaan aset kolaboratif di SMPS Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko menjadi fokus utama dalam presentasi modul ke-3, yang menyoroti peran vital aset dalam pengembangan dan pertumbuhan Pendidikan di Seminari. Dalam sesi diskusi pemetaan aset di SMPS Seminari Mataloko, para peserta memunculkan banyak ide yang bernas terkait beragam modal yang turut mendukung pertumbuhan dan kemajuan Pendidikan dan Pendampingan di Seminari.

Peserta entusias mengikuti seminar.

Beragam modal yang mendukung aset kolaboratif ditampilkan dalam kegiatan presentasi ini. Modal manusia, sebagai fondasi utama, ditekankan sebagai penggerak utama di balik inovasi dan keberlanjutan. Kehadiran modal sosial, fisik, lingkungan, finansial, politik, agama dan budaya turut memberikan kontribusi penting bagi kelangsungan proses Pendidikan dan Pendampingan di SMPS Seminari Mataloko.

Salah satu poin penting yang dibahas adalah bagaimana kolaborasi lintas-modal ini mampu menciptakan sinergi yang menghasilkan keunggulan kompetitif. Dengan memadukan kekayaan sumber daya manusia yang terdidik dan terampil, lahan yang luas, lingkungan yang kondusif, modal finansial yang terkelola dengan baik, dan dukungan kuat dari elemen masyarakat sekitar, SMPS Seminari Mataloko mampu membangun fondasi kokoh bagi perkembangan pendidikan yang berkelanjutan.

Presentasi ini tidak hanya memberikan wawasan mendalam terkait pentingnya kolaborasi antar-modal, namun juga menyoroti aset yang melimpah yang ada di SMPS Seminari Mataloko. Semua peserta mengakui bahwa aset yang dimiliki oleh SMPS Seminari Mataloko sangat melimpah dan berpotensi untuk menciptakan dampak positif yang lebih luas bagi pendidikan di Indonesia.

Proyeksi Masa Depan

Nani Songkares, Pr, selaku Tokoh Pendidikan, memunculkan dan menyampaikan macam-macam aset yang ada di SMPS Seminari Mataloko. Pemetaan tersebut sengaja dimunculkan untuk memancing daya pikir kreatif para peserta dalam merancang model pemanfaatan aset yang efektif dan efisien. Secara cermat dan teliti, RD. Nani Songkares, Pr membahas dan mendukung perubahan model pendekatan, yakni dari pendekatan defisit ke pendekatan aset.

“Model pendekatan defisit ke pendekatan aset merupakan upaya untuk melihat ke depan, merencanakan, dan meningkatkan efektivitas pembelajaran di sekolah kita. Model pendekatan ini sangat membantu kita dalam melihat peluang-peluang yang ada, sekecil apa pun itu, demi meningkatkan standar dan kualitas pendidikan kita. Maka, model pendekatan ini mesti menjadi pegangan kita bersama,” ungkap RD. Nani Songkares, Pr.

Sejalan dengan Beatrix, RD. Nani Songkares, Pr melihat banyak potensi yang ada di Seminari, mulai dari sumber daya manusia yang berkualitas, fasilitas yang memadai, hingga program guru penggerak yang sedang digalakkan untuk sebuah model pendidikan dan pendampingan inovatif yang dapat dikembangkan secara kontinu. Ia juga menyoroti peran penting staf formator atau pembina, karyawan/karyawati, serta faktor-faktor penunjang lainnya dalam proses pendidikan dan pendampingan para siswa seminari di SMPS Seminari Mataloko.

Kehadiran para peserta dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi turut memperkaya presentasi dengan sumbangan ide-ide menariknya. Mereka berkesempatan untuk berbagi pandangan serta gagasan inovatif terkait proyeksi pengembangan aset-aset yang telah digali bersama dalam diskusi. Dari paparan dan diskusi yang terjadi, tergambar jelas potensi besar yang dimiliki oleh SMPS Seminari Mataloko untuk menjadi salah satu lembaga pendidikan unggulan di masa depan.

Menariknya, kegiatan presentasi ini tidak hanya memberikan wawasan, tetapi juga menjadi platform bagi kolaborasi dan pengembangan lebih lanjut untuk mengejar visi masa depan yang cerah dalam dunia pendidikan. Tentunya, presentasi dan diskusi ini telah memberikan pandangan baru dan inspirasi bagi para peserta, serta menandai langkah awal yang penting dalam memetakan arah masa depan pendidikan di SMPS Seminari Mataloko.

Komitmen Bersama

Beatriks dan semua peserta yang hadir mencoba membangun komitmen bersama sebagai bentuk tindak lanjut pemanfaatan aset yang ada. Kegiatan ini menggambarkan pentingnya sinergi dan kolaborasi dalam menggali potensi besar yang dimiliki oleh aset seminari.

Dalam presentasi yang digelar, Beatriks menyoroti betapa vitalnya aspek kolaborasi dalam mengembangkan potensi aset pendidikan. Poin yang sama ditegaskan juga oleh RP. Anton Waget, SVD, RD. Nani Songkares, Pr, dan tokoh-tokoh penting yang lain terkait komitmen bersama dalam keterlibatan aktif dari semua pihak untuk menjadikan seminari sebagai lembaga pendidikan yang semakin maju dan unggul.

Para peserta mengapresiasi dan mengakui potensi aset seminari yang melimpah, yang menjadi fondasi kuat untuk memproyeksikan masa depan pendidikan di SMPS Seminari Mataloko. Mereka menggarisbawahi pentingnya pengembangan potensi siswa, pengelolaan sumber daya, serta penyelarasan visi bersama untuk mencapai hasil yang optimal.

Sebagian peserta yang hadir.

Yang penting adalah bagaimana komitmen bersama dari seluruh elemen seminari akan menjadi landasan kokoh dalam mencapai tujuan pendidikan yang lebih luas. Oleh karena itu, kegiatan presentasi ini menjadi tonggak penting dalam memperjelas arah pendidikan seminari ke depan, dengan menegaskan bahwa komitmen bersama adalah kunci utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Para peserta mengharapkan agar kehadiran guru penggerak dan colan guru penggerak menjadi pemicu untuk upaya lebih lanjut dalam mengembangkan potensi pendidikan yang unggul, kreatif, dan inovatif di SMPS Seminari Mataloko.

Fr. Orsan Sudirman, OFM

Osis

BERBAGI PENGALAMAN OSIS

SMP Negeri 3 Boawae mengadakan kunjungan OSIS ke SMP St. Yoh. Berkhmans Mataloko, Sabtu (11/­02/­2023). Ke­giatan ini bertujuan untuk meningkatkan rasa persau­da­raan antarsekolah. Diharap­kan ada kerja sama di masa mendatang.

 Kegiatan ini dilak­sanakan atas permo­hon­an Kepala SMP Negeri 3 Boawae ke­pada Ke­pala SMP Se­minari St. Yoh. Berk­hmans Mata­lo­ko. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan ke­mampuan para sis­wa-siswi dalam ber­or­gani­sasi. Kegiatan ini di­pimpin oleh ibu Erme­linda Muku, S.Pd dan Pak Darius Yo­­ha­nes Mau, S.Pd. Keduanya adalah guru pada SMPS Seminari.

Kunjungan  seko­lah ini, me­­­­­­­libatkan ke­pala sekolah, para guru, serta staf OSIS dari kedua sekolah. Dalam acara itu, se­tiap staf OSIS ber­ba­gi pengalaman sepu­tar cara mengatasi ma­salah yang terjadi da­lam OSIS, bagaimana membuat pro­gram kerja, serta bagaimana me­nambah pe­­nge­ta­­huan da­lam me­mim­pin OSIS.

Seusai sa­­­rapan, staf OSIS SMP Semi­nari me­nyi­apkan per­alatan yang dibutuhkan un­tuk menyambut ke­da­tangan rombongan OSIS SMP Negeri 3 Boawae. Mereka ti­ba pada pukul 10.00 WITA. Rombong­an langsung diarahkan me­nuju Aula SMP.

Acara dimulai de­ngan sam­­­­­butan da­­­­­­­­­ri Rm. Kris­to Betu se­laku Kepala SMPS Se­minari Matalo­ko. Kegiatan dilanjut­kan dengan sesi tanya ja­wab.

Para siswa/i SMP Negeri 3 Boawae ber­­ta­nya seputar per­be­daan OSIS SMP Seminari de­ngan se­ko­­­­­lah luar, pro­gram kerja OSIS, serta ke­giatan yang me­ning­katkan minat, ser­­ta ba­kat seluruh warga OSIS.

Kunjungan OSIS ini bertujuan agar para staf OSIS dapat saling be­lajar me­ngem­­­bang­­kan ki­ner­ja OSIS pada masa men­­datang. Kegiatan ini diselenggarakan atas ker­­ja sama ke­dua se­kolah.

Dalam acara ini,  OSIS SMP Seminari St. Yoh. Berkhmans Mata­loko memper­ke­­­nalkan di­ri  seba­gai sekolah dengan praktik baik kepada dunia luar. Kegiatan ini juga mem­­­pertegas fungsi OSIS se­­bagai orga­ni­sasi siswa in­tra se­ko­lah, wa­­­dah yang bisa me­­nampung aspirasi dan ke­­­mam­puan para sis­wa/i untuk berkembang.  Juga jadi ke­sempatan saling ber­bagai peng­alaman.

 “Hal yang mem­be­­­dakan SMP Semi­nari dengan sekolah luar, yakni kami bisa be­kerja di dua wila­yah, sekolah dan as­rama. Ini pengalaman yang kaya,” ungkap Yano Jo­ka selaku ketua OSIS SMP Semi­nari.

Kegiatan ini ber­lanjut dengan mi­num bersama. Para seminaris memanfaatkannya untuk  bersosialisasi de­ngan siswa/i SMP Ne­geri 3 Boawae. Acara ini diakhiri doa bersama di pekuburan Kevikepan Bajawa, yang berlokasi di belakang kapela SMA Semi­nari.

Kerja sama

Tanpa kerja sama, OSIS tidak akan ber­ja­lan. Hanya melalui kerja sama OSIS dapat ber­ja­lan dengan ba­ik. De­ngan ke­giat­an kun­jung­an ini, para sis­wa/i mam­pu sa­ling bertukar pikir­an untuk mewujud­kan OSIS yang ber­mutu dan menjadi wadah seluruh warga OSIS. Itulah salah satu wujud kerja sama.

Kerja sama memung­kinkan kita saling be­lajar. Apa yang menjadi kekurangan sekolah yang satu, dilengkapi oleh kelebihan sekolah lain. Untuk itu diper­lu­kan keterbukaan untuk sa­ling belajar.

Kunjungan ini meru­pakan ungkapan kedua belah pihak untuk ter­buka dan belajar satu sa­ma lain. Harapannya, ker­ja sama seperti ini te­rus berlanjut, dan Semi­nari melakukan kun­jung­an balasan.


Nino Ngari 

Siswa kelas IX, SMP Seminari Mataloko




Pengasuhan Digital bagi Seminaris Diaspora

Sejak dipulangkan ke rumah masing-masing pada akhir Maret lalu, praktisnya sebagian besar proses formasi anak-anak Seminari Santu Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko berlangsung melalui metode Dalam Jaringan (Daring).

Pengasuhan digital dari orang tua, pihak seminari, para pastor dan para mitra menjadi sangat penting dan dibutuhkan. Dalam rimba raya jaringan internet, para seminaris diaspora ini perlu didampingi dan diasuh.

Dialog aktif antara anak dan orang tua, para pastor dan para mitra menjadi kunci keberhasilan pengasuhan digital untuk para seminaris diaspora. Tingkat keseringan berkomunikasi antara kedua pihak ini harus berbanding lurus dengan banyaknya waktu yang digunakan anak untuk berselancar di dunia maya.

Ketika durasi “berada di depan layar” kian meningkat, partisipasi aktif orang tua, para pastor dan para mitra dalam membangun komunikasi dengan anak harus ditingkatkan pula.

Mengapa Penting?

Pertama, situasi sekarang memaksa anak-anak seminari melakukan banyak aktivitas Daring, terutama untuk mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Selain itu, interaksi untuk proses formasi sebagai calon imam juga terjadi melalui media-media Daring.  Kedua tuntutan ini menyebabkan durasi waktu untuk cemplung ke dalam dunia digital semakin tinggi.

Kedua, jagat maya merupakan jagat yang sama sekali asing bagi sebagian besar anak-anak seminari. Dalam situasi normal, mereka dilarang menggunakan HP dan tidak memiliki akses ke dalam dunia maya dengan segala kemungkinan-kemungkinannya yang tidak terbatas. Dalam era kenormalan baru ini, mereka diwajibkan memiliki HP dan keahlian berselancar di dunia maya untuk melayani kepentingan formasi.

Ketiga, internet selalu berwajah ganda. Di satu sisi, akses ke dalam internet meningkatkan literasi dan wawasan anak. Di sisi lain, dalam internet terdapat sejumlah tantangan yang mengancam perlindungan dan hak anak seperti perundungan digital dan pencurian data pribadi (KOMPAS, 21/06/2020). Dampingan orang tua, para pastor dan para mitra mutlak perlu untuk meminimalisasi kejahatan siber dalam berbagai levelnya.

Keempat, alasan terkait etika digital. Walaupun memiliki banyak kesamaan, etika digital dan etika dunia nyata tetap memiliki perbedaan. Dalam dunia digital, segala sesuatu pasti meninggalkan jejak. Selain itu, semuanya serba terbuka. Oleh karena itu, anak-anak perlu mendalami etika digital dan selalu diingatkan untuk mematuhi etika-etika tersebut.

Kelima, anak-anak perlu dilindungi dari pelbagai variasi bahaya informasi-informasi palsu. Semua orang memiliki akses ke dalam internet dan oleh karena itu berbagai jenis informasi, entah itu benar atau salah, entah itu baik atau buruk, berseliweran dalam berbagai platform media-media Daring. Kontrol orang tua, para pastor, dan para mitra membantu anak-anak dalam proses penyaringan dan internalisasi informasi-informasi tersebut.

Peran Sentral Orang tua, Para Pastor dan Para Mitra

Orang tua, para pastor dan mitra memiliki peran penting dalam pengasuhan digital bagi para seminaris diaspora. Peran tersebut dapat dijalankan melalui kehadiran dan dialog aktif. Spritualitas kehadiran dan dialog aktif menjadi kunci keberhasilan proses-proses pengasuhan digital. Oleh karena itu, orang tua, para pastor dan para mitra wajib memberikan teladan dan panutan.

KOMPAS (20/06/2020) meringkas tiga lapisan yang harus dimiliki sebuah keluarga ketika (anak-anaknya) harus mencemplungkan diri ke dalam dunia digital.

Lapisan pertama adalah kesadaran akan pentingnya keselamatan, keamanan, dan privasi. Lapisan kedua adalah literasi media agar bijak menyikapi informasi palsu serta menilai kebenaran konten. Lapisan ketiga menyangkut kesadaran tentang hak dan tanggung jawab.

Orang tua, para pastor, dan para mitra memiliki kewajiban dan tanggung jawab membangun ketiga lapisan kesadaran tersebut. Perlu diakui, usaha itu tidak gampang. Oleh karena itu pada bagian berikut direkomendasikan hal-hal praktis yang perlu dibuat.

Langkah-langkah Praktis Pengasuhan

Pertama, kerja dan belajar dalam dan melalui media daring harus dijadwalkan. Orang tua dan para mitra harus melibatkan diri dalam penyusunan jadwal belajar dan kerja anak. Keterlibatan itu juga harus sampai pada tahap pengawasan, apakah jadwal itu ditaati atau tidak.

Kedua, tingkatkan komunikasi langsung dengan anak. Komunikasi itu harus dari muka ke muka dan dari hati ke hati, bukan melalui perantaraan media-media sosial.

Ketiga, ingatkan anak akan kerawanan dan bahaya yang ada di ruang virtual. Banyak bahaya yang bisa saja timbul, misalnya penipuan, kekerasan verbal, pencurian data pribadi, dan perundungan digital.

Keempat, usahakan sebisa mungkin agar menemani anak saat mereka sedang bekerja dan belajar melalui media-media Daring. Pada bagian ini, sekali lagi ditekankan pentingnya spiritualitas kehadiran bagi seorang anak.

Kelima, orang tua, para pastor, dan para mitra harus selalu mengingatkan anak akan pentingnya menjaga etika bermedia sosial. Etika itu misalnya, selalu menggunakan kata-kata yang sopan dan tidak saling memaki.

Keenam, sebagai pengasuh, tentu saja orang tua, para pastor, dan para mitra juga harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang literasi teknologi digital. Oleh karena itu, mau tidak mau, orang tua juga harus mempelajari seluk beluk dunia digital dan segala tuntutan-tuntutannya.

Tommy Duang

Kelas Daring: Adaptasi Baru Pembelajaran di Seminari

Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 01/KB/2020, Menteri Agama Nomor 516 Tahun 2020, Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/Menkes/363/2020, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 480-882 Tahun 2020, tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021, ditetapkan bahwa sekolah-sekolah berasrama yang berada di zonah hijau dilarang membuka asrama dan melakukan pembelajaran tatap muka, sekurang-kurangnya pada dua bulan pertama.

Menyikapi SKB tersebut, dan sesuai kebijakan Pemerintah Daerah Kaubupaten Ngada, SMPS dan SMA Seminari Santu Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko memutuskan untuk menyelenggarakan  pendidikan calon imam dengan metode Dalam Jaringan (Daring) melalui Learning Management System (LMS). Dalam perencanaannya, metode pembelajaran Daring akan berlangsung selama dua bulan awal semester Ganjil 2020/2021, terhitung sejak 13 Juli-13 September 2020.

Dalam konteks dunia pendidikan di Pulau Flores, pembelajaran Daring merupakan sesuatu yang relatif baru. Dibutuhkan suatu persiapan yang sungguh matang agar keberlangsungan proses pembelajaran tetap sesuai dengan tuntutan kurikulum di era kenormalan baru.

Tentang keseluruhan proses persiapan itu, Kepala SMA Seminari Mataloko, Rm. Gabriel Idrus, Pr, mengatakan, “Sejauh ini kita telah mengadakan rapat bersama para bapa ibu guru di tingkat internal dan mengevaluasi persiapan-persiapan kita. Memang kita saat ini dalam kondisi siap meskipun adaptasi-adaptasi itu masih tetap terjadi dalam perjalanan waktu, karena kita berkenalan dengan sesuatu yang baru.”

“Adaptasi itu, baik di tingkat kita sendiri, ke dalam, para bapa ibu guru, yang menyiapkan pembelajarannya maupun juga para siswa kita.  Adaptasi itu menyangkut banyak aspek, baik menggunakan aplikasi ini (Google Classroom) maupun juga situasi secara umum ketika harus melaksanakan pembelajaran Daring.”

Selanjutnya Romo Idrus menambahkan bahwa secara umum sekolah ini telah siap melaksanakan pembelajaran daring melalui aplikasi Google Classroom. “Saya boleh katakan, secara umum memang kita siap, walaupun dalam perjalanan tetap harus beradaptasi dengan kondisi, beradaptasi dengan berbagai macam hal yang masih tetap berubah dalam waktu-waktu ke depan. Dari sisi kesiapan, kita siap tapi keterbukaan dan segala macam adaptasi itu masih dibutuhkan dalam masa perubahan.”

Sama seperti SMA, SMPS Seminari Mataloko juga telah sampai pada tahap persiapan yang maksimal. Hal ini disampaikan oleh Rm. Kristoforus Betu, Pr, selaku Kepala Sekolah di ruang kerjanya pada Senin, 20 Juli 2020. Setelah ditetapkan bahwa seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan metode Daring dan menggunakan aplikasi Google Classroom, semua guru bergerak dan berusaha keras agar bisa mengoperasikan aplikasi ini.

Romo Kristo mengakui bahwa persiapan itu membutuhkan waktu paling kurang satu bulan. “Butuh waktu ya, kasarnya sebulanlah. Ada hari-hari yang efektif sekali, tapi ada hari-hari di mana para guru belajar mandiri. Belajar terpadu, terprogram, tersistematis, di bawah Romo Isto sebagai operator utama. Ada latihan bersama, tugas mandiri dan juga latihan-latihan bersama oleh teman-teman yang sudah mahir. Menurut saya, itu berjalan intensif.”

Kendala-kendala di Tingkat SMPS

Walaupun SMPS telah memiliki persiapan matang untuk memulai pembelajaran Daring, ditemukan beberapa kendala yang perlu dibenahi. Rm. Kristoforus Betu, Pr, menyampaikan bahwa ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh SMPS pada saat ini.

Pertama laboratorium komputer. Menurut Romo Kristo, SMPS perlu memiliki laboratorium komputer sendiri. Kelas Daring mengakibatkan tingginya lalu lintas penggunaan laboratorium komputer, dan oleh karena itu, perlu diadakan laboratorium khusus untuk SMPS.

Kedua, kendala jaringan dan tenaga IT. SMPS memerlukan jaringan internet yang lancar demi meminimalisasi gangguan jaringan selama proses pembelajaran berlangsung. Kendala jaringan juga dialami oleh anak-anak yang tinggal di daerah-daerah yang tidak terjangkau jaringan internet. Di samping itu, SMPS juga membutuhkan tambahan tenaga IT. Menurut Romo Kristo, bila perlu semua guru diwajibkan menjadi tenaga IT.

Ketiga, SMPS kekurangan tenaga imam. Sebagai sekolah para calon imam, SMPS Seminari Mataloko masih membutuhkan tenaga-tenaga imam, sehingga tugas-tugas yang seharusnya dilakukan oleh seorang imam, tidak perlu diambilalih oleh para guru dan pegawai awam.

Persiapan para Guru

Dari sharing beberapa guru, kita mendapat informasi bahwa mereka maksimal menggerakkan roda pembelajaran Daring. Hal ini patut diberi apresiasi karena kelas Daring dan  penggunaan aplikasi Google Classroom merupakan sesuatu yang sama sekali baru bagi sebagian besar guru dan siswa.

Ibu Lindawati, misalnya, men-sharing-kan bahwa kelas Daring merupakan sesuatu yang sama sekali baru bagi beliau selama delapan belas tahun menjadi guru. Di tengah kerja keras mempelajari penggunaan aplikasi Google Classroom, Ibu Linda harus mengemas materi pembelajaran dalam bentuk teks, power point, dan video demi meningkatkan ketertarikan para siswa untuk mempelajari materi yang diberikan. Semua hal itu telah beliau kerjakan dengan baik.

Frater Vinsensius Sele, seorang guru baru yang mengampuh mata pelajaran Agama Katolik, mengakui bahwa beliau tidak mengalami kesulitan yang cukup berarti dalam menjalankan aplikasi Google Classroom.  “Bagi saya, ini cukup mudah. Yang menjadi tugas yang harus dibenahi sekarang ialah bagaimana menyajikan materi sekreatif mungkin agar para seminaris tertarik untuk mendalami setiap materi yang disajikan.”

Selain dari Ibu Linda dan Frater Vinsen, kita juga mendapat sharing yang cukup menggembirakan dari Ibu Theresia Emilia Woghe. Beliau menulis, “Persiapan saya untuk kelas online ini, baik dari segi persiapan materi maupun soal-soal sudah rampung (untuk dua Kompetensi Dasar pertama). Dari segi penguasaan aplikasi, saya kira sudah jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya, dalam arti sudah jauh lebih siap, walaupun saya tidak bisa memprediksi bagaimana action-nya nanti.”

 Sama seperti guru-guru SMA, para guru SMPS juga mengatakan bahwa pada umumnya mereka sudah siap mengajar di kelas-kelas Daring. Bapak Darius Yohanes Mau, S.Pd, misalnya berkisah bahwa beliau telah siap 100%.

“Mengenai persiapan kelas Daring,” kata Pak Aris, demikian beliau akrab disapa, “untuk saya punya kelas, saya wali kelas VIIA, persiapannya sudah memadai. Dalam grup-grup WhatsApp, sudah dipastikan semua anak tergabung untuk memudahkan pengontrolan. Kemudian di Google Classroom, anak-anak dikontak melalui nomor pribadi untuk memastikan perorang itu wajib memasukkan akun ke google. Semuanya sudah 100% tergabung dan semua aktif sehingga kelas Daring yang dimulai hari ini berjalan lancar.”

Berbeda dengan Pak Aris yang tidak mengalami kendala dalam penguasaan aplikasi Google Classroom, ada guru, terutama guru-guru senior, masih mengalami kesulitan dalam menjalankan aplikasi pembelajaran tersebut.

Tentang kesulitan itu, Ibu Paulina Bate berkisah, “Secara umum, penyiapan materi pembelajaran (bahan mentah) tidaklah sulit, karena didukung oleh pengalaman puluhan tahun mengajar. Yang masih menjadi kendala adalah ketika materi yang telah disiapkan harus diubah ke dalam bentuk digital dan dibagikan dalam Google Classroom. Sebagai orang tua, kecepatan dalam mempelajari sesuatu telah jauh berkurang, apalagi jika harus selalu berpindah dari kiri ke kanan (menjelajahi situs dan aplikasi digital).”

Selain kesulitan menjalankan aplikasi, kesulitan lain yang dialami para guru di SMPS ialah menyangkut pembagian waktu antara manjalankan profesi guru dengan waktu bersama keluarga di rumah.

Ibu Fransiska Dhera, guru Bahasa Indonesia, berkisah, “Tantangan yang dialami dalam masa transisi ini adalah kesulitan dalam membagi waktu antara panggilan sebagai guru di sekolah dan tanggung jawab sebagai ibu yang mengatur jalannya rumah tangga.”

“Melakukan penyesuaian yang cukup besar dalam mekanisme pembelajaran tidaklah mudah bagi seorang guru sekaligus ibu. Porsi waktu untuk melatih kecakapan dalam menjelajah dan menggunakan rupa-rupa situs dan aplikasi cukup besar dan menuntut guru untuk melanjutkan pekerjaan-pekerjaan sekolah, di rumah. Sementara itu, di rumah sudah ada pekerjaan lain yang menunggu,” tambah Ibu Siska.

Pesan dan Harapan bagi Siswa-siswa Seminari

Dalam banyak kesempatan, Rm. Gabriel Idrus, Pr selaku Praeses dan Kepala Sekolah mengajak para seminaris untuk memaknai situasi yang diakibatkan oleh pandemi covid-19 ini sebagai tantangan dan peluang untuk beradaptasi dengan perubahan.

“Dalam pengalaman seperti ini, kita diuji dan ditantang, siapa yang bertahan dalam perubahan-perubahan itu, dia bisa keluar sebagai pemenang. Kepada para siswa, ini menjadi motivasi. Meskipun dalam situasi keterbatasan, yang barangkali secara perorangan mengalami kesulitan, kita maknai ini sebagai peluang untuk kita beradaptasi dengan perubahan.”

Senada dengan hal yang disampaikan Romo Praeses, Rm. Nani Songkares, Pr, selaku guru senior mengajak para siswa untuk melihat situasi ini sebagai kesempatan untuk melihat identitas seminari secara baru. Father Nani, begitu beliau akrab disapa, dalam catatannya mengenai kebijakan pendidikan di Seminari saat krisis Covid-19, menulis, “Setiap krisis yang kita alami adalah sekaligus opportunity. Jangan-jangan virus corona ini memberi kita peluang untuk bergumul dengan identitas Seminari Santo Yohanes Berkhmans Todabelu secara baru.”

Para guru, yang juga menjadi wali-wali kelas, mengharapkan agar para seminaris cepat beradaptasi dengan model pembelajaran daring ini. Selain itu, para seminaris juga diharapkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, menjaga pola hidup sehat, menjaga kedisiplinan, dan etika bermedia sosial serta selalu meluangkan waktu untuk mengembangkan talenta.

Tommy Duang

Seminari Mataloko di Tengah Pandemi: Dari Lembah Sasa Menuju Seminari Diaspora

Pandemi virus korona yang belum menunjukkan tanda-tanda menurun, memaksa manusia beradaptasi dengan segala jenis gaya kehidupan baru. Ada banyak hal yang berubah, termasuk model pendidikan calon imam di berbagai Seminari, baik pada tingkat menengah maupun pada tingkat Seminari Tinggi.

Dalam pertemuan online pada 22 Juni 2020 bersama para Rektor Seminari Menengah, Ketua Komisi Seminari KWI, Mgr. Robertus Rubiatmoko, mengatakan bahwa model formasi calon imam dalam waktu-waktu mendatang akan menjadi lebih terbuka dan dinamis, di mana akan ada banyak pihak di luar seminari terlibat dalam proses formasi para seminaris.

Pertemuan tersebut dilanjutkan dengan sejumlah rapat pengurus Komite Sekolah Seminari, Yayasan Persekolahan Umat Katolik Ngada (Yasukda), Konsultan Kesehatan Kabupaten Ngada, dan pemerhati pendidikan. Selanjutnya, diadakan beberapa kali pertemuan bersama Bapak Bupati Ngada dan jajarannya, yang menghasilkan berbagai rekomendasi strategis, antara lain konsep Seminari Diaspora dan implementasi praktisnya.

Secara fisik, pusat-pusat formasi berpindah dari “kompleks seminari” ke tangan para seminaris sendiri, orang tua, Pastor Paroki, Pastor Rekan, dan pihak-pihak lain yang membantu perkembangan para seminaris di rumah mereka sendiri. Di tangan merekalah,  dan dalam  interaksi dan kerja sama dengan Lembaga Seminari, mewujud-nyata Seminari Diaspora itu.

Persis pada titik ini, Rm. Benediktus Lalo, Pr, selaku Romo Prefek SMA Seminari Mataloko, melemparkan satu pertanyaan reflektif yang sangat menantang, “Bagaimana dimensi-dimensi pendidikan calon imam (Sanctitas, Scientia, Sapientia, Sanitas, dan Socialitas) yang sistematis dan terprogram, yang terencana, dengan satu tujuan yang terukur, tetap dipertahankan?”

Bangun Kerja Sama yang Solid

Agar dimensi-dimensi tersebut di atas tetap dihayati oleh para seminaris diaspora, dibutuhkan suatu jaringan kerja sama yang kuat antara pihak seminari dengan para orangtua dan para pastor paroki. Menurut Rm. Benediktus Lalo, Pr, kerja sama dan koordinasi ini merupakan hal yang sangat menentukan dan tentu saja mendesak.

Kalau koordinasi kita dengan orangtua dan pastor Paroki tidak bagus, ada kemungkinan proses pembinaan itu pincang. Kita tidak bisa terlalu jauh sampai pada diri anak. Tetapi kalau betul koordinasi kita bagus dengan visi misi yang sama antara kita dengan orangtua, saya yakin, kita percaya apa yang terjadi di rumah dan di paroki, itu adalah bagian dari proses pendidikan calon imam.”

Walaupun pusat pembinaan para seminaris telah berpindah, kelima dimensi pendidikan calon imam (5S) harus tetap dijaga dan dirawat. Konsep seminari diaspora merupakan sesuatu yang relatif baru, dan oleh karena itu perlu diakui bahwa sebagian proses pembinaan masih jauh dari ideal formasi yang telah ditanamkan sejak dahulu. Akan tetapi, situasi dan kondisi yang tidak ideal ini harus bisa diatasi agar proses formasi tetap berjalan.

Demi mencapai tujuan itu, Romo Praeses menekankan pentingnya interaksi jarak jauh yang berkelanjutan antara para formator dan seminaris melalui media-media sosial. Hal praktis yang diambil ialah dengan memasukkan para formator dalam grup-grup WhatsApp wali kelas. Dengan demikian, para formator memiliki akses yang cukup memadai ke dalam kehidupan para seminaris. Selain itu akan diadakan pula kunjungan berkala dari pihak seminari ke tempat-tempat perjumpaan yang ditetapkan untuk memantau perkembangan pendidikan anak-anak seminari dari dekat.

“Supaya formasinya juga tetap berjalan, kita juga sudah berbicara cukup jauh sebelum ini, yaitu bahwa tetap nanti harus ada interaksi, melalui media-media ini (Google Classroom dan WhatsApp), yang di dalamnya itu banyak pihak terlibat, para gurunya terlibat, tapi juga para pendamping. Pembina harian itu nanti masuk dalam grup-grup supaya mereka terlibat dan melihat bagaimana hal ini berjalan di rumah ketika mereka dirumahkan,” kata Romo Praeses.

“Kemudian kita juga nanti,” demikian Romo Praeses, “akan melanjutkan lagi dengan kunjungan berkala yang kita rencanakan, di mana pihak lembaga akan turun dalam tim, melihat mereka dari dekat. Itu saja yang bisa kita buat dan kita memang berharap supaya setelah masa transisi ini mereka boleh kembali karena dengan itu, formasi lengkap sebagaimana yang kita cita-citakan boleh berjalan kembali.”

Dari Lembah Sasa Menuju Seminari Diaspora

Sejak para seminaris dipulangkan ke rumah pada hari Kamis, 26 Maret 2020 lalu, proses formasi para calon imam ini telah berpindah dari Lembah Sasa ke rumah para seminaris masing-masing. Pandemi virus korona melahirkan inisiatif untuk membentuk Seminari Diaspora. Virus korona membuat Seminari Mataloko bergerak dari Lembah Sasa menuju Seminari Diaspora.

Pada masa-masa ini, harapan banyak diletakkan di pundak para pastor paroki dan orangtua. Rm. Nani Songkares, Pr, dalam catatan refleksinya menulis, “Ada sesuatu yang terasa terbalik: Saat normal, orangtua berharap pada seminari untuk pendidikan anak-anaknya. Saat dilanda krisis virus korona, seminarilah yang berharap pada rumah untuk menjadi seminari sesungguhnya bagi para siswanya.”

Konsep seminari diaspora telah melahirkan paling kurang satu hal penting bagi perkembangan panggilan para seminaris, yaitu bahwa penentu terakhir dari keberhasilan adalah diri mereka sendiri. Walaupun para seminaris ini berada jauh dari seminari dan para formator, tetapi kalau mereka tetap mendidik diri dalam koridor pendidikan calon imam, mereka akan dengan sendirinya tiba pada suatu level kematangan tertentu. Di sini dibutuhkan suatu kemandirian para seminaris untuk mendidik dirinya sendiri.

Wakil Praeses, Rm. Kristoforus Betu, Pr mengharapkan agar seminari diaspora ini tidak kehilangan nilai-nilai esensialnya dan juga para seminaris diharapkan agar menjaga keseimbangan penghayatan lima dimensi pendidikan calon imam.

“Saya ingin supaya lembaga pendidikan calon imam ini tidak pudar, tidak kabur, dan tidak kehilangan nilai-nilai esensialnya. Nilai esensial itu ada banyak sekali. Mulai dari kerohanian sampai dengan kemandirian, perkembangan, dan pertumbuhan kepribadian para seminaris. Juga  keseimbangan antara yang rohani dan yang sosial perlu selalu dijaga. Harapan saya, nilai-nilai yang terangkum dalam 5S itu tetap bertumbuh, terpelihara, semakin gesit, dan semakin maksimal karena tantangan ini.”

Tommy Duang

Rekoleksi: Momen Pembaharuan Komitmen

Rekoleksi: Momen Pembaharuan Komitmen

Jelang Perayaan Puncak Dies Natalis ke-89

 

Tiga hari menjelang perayaan puncak Dies Natalis ke-89, Seminari Mataloko  menyelenggarakan rekoleksi komunitas (12/09/2018). Rekoleksi menjadi momen yang istimewa bagi segenap anggota komunitas guna memaknai hari-hari persiapan menjelang perayaan puncak 15 September mendatang.

Ketua Panitia Pesfam 2018, RD. Beny Lalo dalam kata pengantarnya, menyebutkan bahwa rekoleksi bukan sekadar menjadi bagian dari rangkaian perayaan Pesfam (Pesta famili) melainkan lebih dari pada itu, menjadi hari yang istimewa untuk merenungkan tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota komunitas “Dari sekian banyaknya  hari yang kita habiskan untuk pertandingan dan perlombaan, hari ini menjadi hari yang spesial bagi kita untuk bermenung sepanjang hari,” tegasnya.

Kegiatan rekoleksi diawali dengan adorasi bergilir  dari beberapa kelompok kelas yang dimulai dari pukul 06.30. Di sela-sela adorasi, pada pukul 08.00-09.15, semua anggota komunitas yang terdiri atas para imam, suster, frater, guru dan pegawai serta seminaris SMP dan SMA mengikuti renungan dan sharing yang dibawakan oleh Romo Praeses, RD. Gabriel Idrus di Kapela St. Alfonsus Maria de Liguori, Kapela SMA Seminari.

Adapun RD. Idrus pada tahun ini merayakan Perak, 25 tahun Imamatnya. Momen Dies Natalis ke-89 pada tahun ini menjadi kian semarak lantaran adanya perayaan perak imamat Romo Praeses. Rekoleksi pada hari ini bernaung di bawah tema umum Pesfam 2018 yakni “Menabur kasih menuai panggilan”.

Napak Tilas Panggilan Sang Gembala

Romo Idrus mengawali rekoleksi dengan mencoba kembali bernapak tilas, melihat ke masa-masa awal ketika panggilan hidup menjadi imam mulai bertumbuh. “Keinginan untuk menjadi imam hanyalah keinginan kecil dari sekian banyak keinginan yang ada ketika saya berada di bangku Sekolah Dasar,” demikian Romo Idrus mengawali kisahnya.

“Keinginan itu tumbuh tatkala menyaksikan pastor Paroki Lela dan pastor misionaris Belanda lainnya duduk bersama di pastoran Paroki Lela. Selain itu, kontak dengan imam pribumi dan kehadiran Para Frater dari Ritapiret dan Ledalero juga membangkitkan rasa senang saya terhadap mereka. Kehadiran para Frater menjadi kesempatan bagi kami yang masih kanak-kanak untuk menyaksikan orang-orang hebat di lapangan bola kaki, lapangan bola voli dan basket. Selain itu, keterampilan memainkan drama dan alat musik menjadi daya tarik tersendiri bagi saya yang pada saat itu masih kecil. Akan tetapi, setelah menamatkan pendidikan SD saya berniat untuk melanjutkan pendidikan di SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) selain karena belum ada niat masuk seminari juga karena sang ayah tidak setuju karena sebagaimana pendapat umum, sekolah di seminari itu mahal. Namun, karena didesak oleh Wakil Kepala Sekolah, bapak mengiyakan saya untuk masuk seminari.”

Begitulah awal kisah panggilan Sang Gembala ketika mulai memasuki kehidupan sebagai seorang seminaris. Dalam refleksinya, Romo Idrus menginsafi bahwa sesungguhnya keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar di awal panggilannya. Jawaban yang sederhana itu ternyata mempunyai konsekuensi yang besar bagi dirinya pribadi dan bagi keluarganya. Banyak hal yang berubah ketika ia mulai masuk ke seminari dan ketika ia perlahan-lahan mulai menapaki ziarah sebagai orang yang terpanggil hingga menjadi seorang gembala yang telah berziarah selama 25 tahun dalam tapak Imamat.

Panggilan Imamat sebagai Rahmat dan Tanda Keselamatan

Imamat bagi Romo Idrus pertama-tama adalah rahmat Allah yang menyelamatkan bahwasannya, cara keselamatan Allah telah lama dimulai dalam dirinya dengan segala keberadaannya sebagai seorang manusia. Merefkleksikan keselamatan Allah yang telah lama dimulai ini, Romo Idrus mengambil inspirasi dari sosok Nabi Yeremia. Seperti Allah mengenal Yeremia dengan segala keberadaan dirinya bahkan sejak Yeremia berada dalam kandungan ibunya dan dalamnya karya keselamatan Allah terlaksana, demikianpun cara keselamatan Allah telah lama dimulai dalam diri Romo Idrus. Keselamatan Allah nyata dalam diri pribadi yang terpanggil.

“Bagi seorang imam, imamat sebagai rahmat yang menyelamatkan bukan hanya tejadi dalam diri orang yang dilayani melainkan pertama-tama terjadi dalam dirinya sebagai orang yang terpanggil. Sebab bagaimana mungkin ia dapat menghayati tritugas panggilan Kristus sebagai imam, nabi dan raja kalau ia tidak merasa ada rahmat keselamatan dalam panggilan hidupnya. Kesadaran akan rahmat Allah yang menyelamatkan terasa nyata dalam panggilan saya sebagai imam dan bahkan rahmat itu menjadi nyata dalam pengalaman dilematis.”

Imam kelahiran 24 Maret 1965 ini menambahkan bahwa rahmat Allah bekerja di saat-saat yang tepat dan rahmat itulah yang membawa keselamatan bagi dirinya sendiri dan bagi orang yang dilayaninya. Karena itu, dalam tugas pengabdiannya sebagai seorang gembala, ia mempunyai prinsip yakni menempatkan karya pelayanan imamat di atas kepentingan keluarga. Menjadi imam berarti menjadi pribadi yang lepas bebas dari berbagai ikatan. Prinsip inilah yang selalu dipegang teguh ketika ia berhadapan dengan pengalaman dilematis yang memaksanya untuk mengambil keputusan dengan cepat.

Romo Idrus percaya bahwa ketika menjadi pribadi yang lepas bebas, maka ia akan mendapatkan banyak saudara seperti sabda Tuhan dalam Injil. Pengalamanan pengembaraan 25 tahun imamat sudah menunjukkan bahwa Sabda Tuhan dalam Kitab Suci itu hidup, nyata dan berdaya guna “Tuhan selalu punya cara dan bahkan di saat-saat yang sulit dan tak ada harapan sekalipun, sabda Tuhan menjadi nyata,” demikian imam yang mengambil moto imamat dari Sir. 42:15 ini melanjutkan refleksi imamatnya.

Bertahan dalam Pelayanan Kasih

Imamat menurut RD. Idrus adalah jabatan dan profesi yang mengedepankan pelayanan kasih. Dengan ini hendak ditunjukkan wajah personal dan sosial dari sebuah karya pelayanan. Ketika merayakan Kurban Ekaristi dan sakramen serta hadir dalam karya pelayanan kasih, imam hadir dalam dua wajah yaitu personal dan sosial. Karya pelayanan inilah yang dihidupinya dalam hidup imamatnya.

Lebih lanjut, Romo Idrus membagikan tiga hal pokok yang membuatnya setia dan bertahan selama 25 tahun dalam hidup imamatnya. “Seandainya ditanya, apa yang membuat saya setia dan bertahan hingga usia perak ini, maka saya akan menjawab, pertama-tama adalah selalu berusaha membangun hidup rohani yang baik melalui doa, ibadat dan Ekaristi. Lalai dalam melaksanakan hal ini akan menimbulkan rasa cemas dari dalam diri dan saya bersyukur atas rasa cemas yang kudus ini. Kedua, kesadaran akan keseimbangan antara ora et labora. Doa dan bekerja bagi saya adalah mata rantai yang mengikat imamat. Kata Aristoteles, musuh kehidupan rohani yang baik adalah terlalu banyak melakukan sesuatu. Jika saya hanya bekerja dan lupa berdoa, atau menggantikan doa dengan kerja, apa bedanya saya yang imam dengan para pekerja sosial. Ketiga, selain karena kekuatan Allah, saya juga percaya pada kekuatan manusia yang adalah sahabat dan rekan kerja saya. Saya percaya bahwa masing-masing orang adalah pribadi yang unik dan karena itu, saya selalu berusaha sedapat mungkin menghindari kerja sendiri dan lebih mementingkan kerja tim.”

Sebagai seorang imam, Romo Idrus berusaha untuk menghidupi spritualitas hidup Yesus sendiri yang selalu menyeimbangkan antara doa dan bekerja. Bekerja keras tidak boleh sampai melupakan doa demikianpun sebaliknya, doa yang tekun jangan sampai mengabaikan waktu kerja. Doa dan bekerja harus berjalan seimbang. Itulah perisai yang menjaga tubuh imamat tetap bertahan hingga seperempat abad ini.

Menabur Kasih, Menuai Panggilan

Di akhir rekoleksinya, Romo Gabriel Idrus mencoba merefleksikan tema Pesfam 2018, Menabur kasih Menuai Panggilan. “Jika yang menabur kasih di tempat ini adalah para pembina, guru dan pegawai maka yang menuai panggilan pada akhirnya adalah orang tua, masyarakat dan Gereja. Bagi saya, yang menabur kasih dan yang menuai panggilan adalah kita semua yang dengan caranya masing-masing turut memberi warna pada setiap proses formasi yang ada di Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko ini,” demikian katanya.

Ada beberapa refleksi sederhana yang kiranya diberikan seandainya yang dimaksudkan dengan penabur dan penuai adalah semua anggota komunitas Seminari Mataloko. Pertama, Semua anggota komunitas harus aktif dan bukan menjadi pribadi yang pasif. Itu berarti adalah tidak ada komponen yang lebih tinggi dari yang lain. masing-masing orang menabur dengan penuh tanggung jawab sehingga produk yang dihasilkan betul-betul bermutu dan pada akhirnya, banyak orang yang mencarinya.

Jika Proses formasi di seminari Mataloko adalah proses menabur maka produk yang bermutu harus dapat dihasilkan pada tahun-tahun mendatang sebab wajah Gereja 30/40 tahun mendatang berada di pundak-pundak semua komponen baik sebagai  formator maupun formandi. Untuk itu perlu ada rasa optimisme yang tinggi bahwasannya, masing-masing pihak adalah pribadi yang besar untuk sebuah karya besar bukan sebaliknya merasa diri kecil dan tidak layak untuk sebuah karya besar. Karena itu, menabur kasih, menuai panggilan tidak akan berarti jika tidak ada kesungguhan dan tanggung jawab serta rasa sakit dan bahkan korban nyawa seperti Yesus yang telah mengorbankan nyawanya.

Kasih Yesus dalam karya pelayanan mestinya menjadi contoh kasih yang kita tabur, sebab, kataNya, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang sahabat yang memberikan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya.” Setiap anggota komunitas diajak untuk mencari kasih yang sempurna dalam pengalaman hidupnya masing-masing.

Hening dalam Doa dan Refleksi

Rekoleksi yang berlangsung sepanjang hari ini diwarnai dengan suasana hening. Seminaris diundang untuk berdiam dalam doa dan refleksi di hadapan Sakramen Maha Kudus. Doa menyadarkan seminaris untuk menyadari hakikat panggilannya sebagai pribadi pendoa sementara refleksi menjadikan mereka pribadi yang bijak dengan melihat diri dan pengalaman hidupnya. Staf Liturgi OSIS membagi kelompok kecil untuk kemudian beradorasi secara bergilir hingga pukul 18.00. Seluruh rangkaian rekoleksi pada hari ini ditutup dengan adorasi bersama di Kapela SMA Seminari. Adorasi penutupan dipimpin oleh RD Bene Baghi.

Akhirnya, suasana khusuk dalam doa memampukan seminaris dan para formator guna menelusuri pengalaman hidup masing-masing dalam melaksanakan tema menabur kasih, menuai panggilan. Pasca adorasi penutupan, rutinitas harian seminaris kembali berlangsung seperti biasa.

Fr. Deni Galus, SVD

RATUSAN SISWA IKUTI TESTING MASUK SEMINARI

Ratusan siswa SD di Kabupaten Ngada dan Nagekeo mengikuti testing masuk seminari hari Jumat-Sabtu (16-17/3/2018) di SMP seminari. Kegiatan rutin tahunan tersebut terbagi dalam dua sesi, yakni tes wawancara dan tes tertulis, masing-masingnya berlangsung sehari.

“Kita patut bersyukur pada Tuhan karena dari tahun ke tahun banyak anak terpanggil untuk menjadi imam. Motivasi panggilan akan terus dimurnikan melalui proses pendidikan di seminari. Terima kasih karena orangtua masih mempercayakan anak-anak kepada kami untuk dididik di sini”, kata Rm. Benediktus Lalo, Pr, ketua Panitia Penyelenggara Testing, ketika memberikan pengarahan awal hari pertama.

Kurikulum Seminari

Dalam pengarahan tersebut Rm. Beny menggambarkan secara umum kurikulum seminari yang berintikan lima S (sanctitas, scientia, sapientia, sanitas, socialitas) yang telah dikembangkan sejak awal berdirinya, dan karena itu tahan uji. “Di tengah kekacauan orientasi moral yang melanda masyarakat kita, di seminari kita tetap menjalankan pendidikan hati nurani. Itulah sapientia”, ujarnya, menjelaskan salah satu dari lima S tersebut.

Kurikulum tersebut terejawantah dalam aturan harian yang menata kehidupan seminaris dari waktu ke waktu, mulai bangun pagi pukul 4.30 sampai tidur malam jam 21.30.  “Setiap detik dimanfaatkan untuk proses pendidikan”, katanya. Dengan demikian masing-masing kegiatan ada waktunya. “Termasuk ada waktu untuk keheningan. Pagi hari setelah Misa, kalian harus melakukan berbagai aktivitas dalam keheningan. Bisa?”, tanyanya kepada peserta testing, yang segera dijawab lengkingan penuh semangat, “Bisaaa!” “Juga ada waktu untuk kerja tangan, untuk  bekerja di kebun. Bisa?” “Bisaaa!!”

Opus Manuale

Sehubungan dengan kerja tangan, di Englishroom seminari, Rm. Beny lebih jauh menjelaskan, tanah adalah salah satu unsur penting pendidikan. “Anak harus bersentuhan dengan tanah, karena dari tanah anak belajar nilai-nilai”, katanya, sambil menyebutkan ungkapan opus manuale – kerja tangan – , sebuah konsep tua, yang terasa makin redup dalam proses pendidikan kita. “Bukan kerja tangannya yang menjadi fokus, tetapi semangat yang bisa ditimba dari situ, yakni pengorbanan, kerendahan hati, kerja keras, tanggungjawab, yang bisa siswa dapatkan saat berkontak dengan tanah”.

Pendidikan Karakter yang Kental

Dari beberapa wawancara yang dilakukan bersama orangtua siswa di hari kedua, terungkap kepercayaan terhadap seminari Mataloko bukan tanpa alasan. Pembentukan karakter menjadi salah satu penggerak utama mereka. “Orang pintar banyak, tetapi orang pintar dengan karakter yang bagus jarang. Karena itu pendidikan karakter sangatlah dibutuhkan,” kata Benediktus Naru, orangtua salah seorang siswa peserta testing. Dia mengapresiasi pendidikan karakter yang berlandaskan lima S di seminari. “Mudah-mudahan anak saya berkembang dengan matang di sini”, harapnya. Hal senada disampaikan Dius Taso, orangtua siswa asal Mbay. ”Sebagai orangtua saya bertanggungjawab terhadap perkembangan kepribadian anak. Saya berharap pilihan menyekolahkan anak di sini tepat”, katanya.

Ditemui di sela-sela testing, Rm. Beny mengucapkan terima kasih kepada para orang tua siswa dan para pastor paroki. “Sentuhan motivasi sudah dilakukan di keluarga-keluarga dan juga oleh para imam. Banyak siswa tertarik masuk seminari karena dorongan dan keteladanan para imam di lapangan” tandasnya.

Pada hari pertama peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk sesi wawancara. Pada hari kedua dilaksanakan tes tertulis dengan 3 mata uji yakni berpikir verbal, baris bilangan, dan kosa-kata. Untuk peserta SMP calon KPB (Kelas Persiapan Bawah) ditambahkan bahasa Inggris (Kontributor: Mario Degho. Editor: Nani).

MERIAH PENCANANGAN HARI ALUMNI DAN PELUNCURAN WEBSITE SEMINARI

            Pencanangan Hari Alumni dan peluncuran website resmi Seminari oleh Praeses Seminari Menengah Santo Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko, Rm. Gabriel Idrus, Pr,  di aula rekreasi, pada Minggu (11/3/2018) berlangsung meriah. Diapiti puluhan alumni perwakilan berbagai angkatan, dengan iringan bunyi sirene, Rm. Idrus menabuh gong pencanangan Hari Alumni dan peluncuran website tersebut. Tepuk tangan dan sorak sorai seluruh civitas academica Seminari menggemuruh di aula yang dahulu digunakan sebagai kamar tidur siswa itu.

Hadir pada kegiatan tersebut para alumni senior seperti Soter Parera, Frans Mola, Gius Pello, Bas Wea, Johny Watu, Sensi Sengga, Rm. Daniel Aka, Pr, dan sejumlah alumni medior dan junior lainnya, yang membaur bersama para formator, guru dan siswa.  Mans Mari yang membantu design dan pengerjaan website hadir bersama istri dan kedua buah hatinya.

Bangun Kekuatan Bersama Menuju Satu Abad Seminari

Dalam sambutannya Rm. Idrus menjelaskan, penetapan Hari Alumni jatuh pada tanggal 13 Maret, hari lahir santo Yohanes Berchmans, pelindung seminari. “Pencanangannya hari ini, 11 Maret, karena merupakan hari Minggu. Namun ke depan, Hari Alumni dilakukan setiap tanggal 13 Maret, apapun harinya”, tegasnya.

Penetapan Hari Alumni mempunyai narasinya. Bermula dari bisik-bisik di kalangan alumni dari waktu ke waktu, lalu menggema semakin kuat ketika kapela SMP yang menjadi ikon seminari direnovasi dan diresmikan 13 Maret 2017 lalu. Gagasan itu ditanggapi serius oleh para formator, yang memutuskan pencanangan Hari Alumni 11 Maret ini.

Rm. Idrus melanjutkan, Hari Alumni dirasa perlu karena berbagai alasan. Selain kesempatan bernostalgia dan membaca realitas seminari saat ini, “Hari Alumni adalah kesempatan kita membangun mimpi bersama ke depan, dalam kerangka Grand Design Menuju Satu Abad Seminari, yang dipetakan dalam lima bidang sekaligus, yakni: bidang Manajemen Mutu Pendidikan, bidang Sarana dan Prasarana, bidang Pengolahan Aset dan Usaha Produktif, bidang Penataan Lingkungan, dan bidang Penggalangan Dana. Kalau kekuatan itu kita bangun bersama, kita yakin pasti bisa mewujudkan mimpi-mimpi kita”.

Keyakinan tersebut, lanjut alumnus seminari 1982/1983 -1984/1985 itu, bukan tanpa dasar. “Sudah muncul berbagai gerakan alumni, mulai dari alumni se-Jabodetabek, komunitas-komunitas alumni dari masing-masing angkatan yang menyumbang dengan masing-masing cara melalui komunikasi dalam media-media sosial, sampai gerakan perorangan, seperti yang dilakukan Bapak Agus Dhae yang membantu olah musik vokal, dan, hari ini, Bapak Mans Mari yang membantu design website kita”.

Tentang peluncuran website seminari, imam kelahiran 24 Maret 1965 itu menyebutkan, hadirnya website memenuhi kerinduan seminari akan adanya dokumentasi yang bisa disimpan dan diakses kembali, seraya mengisahkan pengalaman getirnya  berkenaan dengan dokumentasi perayaan 75 tahun seminari tahun 2004 lalu yang nyaris tak berbekas.

Ia mengucapkan terima kasih atas pengorbanan dan kerja keras Mans Mari dan  teman-teman untuk menyiapkan website seminari. Ia menyebutkan beberapa karakter khas website tersebut, seperti kemudahan mengakses melalui aplikasi android, keterkaitan utuh lembaga sekolah dan seminari, adanya terjemahan dalam bahasa-bahasa dunia, termasuk bahasa Latin, kemudahan pendaftaran alumni dan lamaran siswa baru. “Tahun ini kita merayakan Hari Alumni dengan peluncuran website sebagai kegiatan unggulan. Setiap tahun kita harus bisa menentukan kegiatan unggulan dalam perayaan Hari Alumni”, tegasnya, sebelum menyampaikan terima kasih pada alumni yang hadir.

Berbagi Pengalaman

Pada kesempatan tersebut beberapa alumni berkenan berbagi pengalamannya selama dididik di seminari. “Saya bahagia sekali seminari telah membekali saya sekian sehingga saya banyak mengalami kemudahan belajar dan bekerja”, ujar Soter Parera, yang menyelesaikan masternya di Amerika. “Seminari membekali orang dengan basis ilmu dan moral yang kuat”, kata Frans Mola di akhir syeringnya. “Kalau Obama mengatakan Together we can dan disambut rakyat Amerika, Yes, we can, kita pun sangat mampu menggalang kekuatan bersama”, kata Gius Pello, bintang sepakbola seminari tahun 1960-an. “Kita sangat bisa bersaing”, ungkap Armin Dhae, alumnus angkatan 1992-1998. “Berbagai keterampilan yang saya dapatkan adalah hasil didikan seminari”, tegas Agus Dhae.

Alumni lainnya seperti Sensi Sengga, Stanis Kesu, dan Rm. Daniel Aka, Pr, menyajikan kisah-kisah yang tak kalah menarik, juga konyol dan lucu: tentang sandal lili yang lebih berharga dari sandal jepit, tentang bolos yang “kudus” dan pertanyaan berapa banyak tikungan di jalan, atau tentang naik traktor kebanggaan. “Why not the best? Itu pertanyaan yang membangun suasana penuh persaingan saat ini. Kita berfokus pada proses pendidikan yang membuat semua siswa kita bertumbuh”, kata Rm. Dani di akhir syeringnya.

Mans Mari membingkai syeringnya dengan sebuah refleksi menarik tentang berbagai pembatasan yang dialaminya di seminari. “Ketika banyak orang di luar diberi kebebasan melakukan dan mengakses berbagai hal, pembatasan di seminari sering dianggap kemunduran. Tapi bagi saya, kalau kita hendak melompat sejauh mungkin, kita harus mundur jauh sekali. Kalau kita ingin membangun gedung yang tinggi, kita harus menanam dasar sedalam-dalamnya. Kalau kita ingin berkembang tanpa batas, kita harus tahu batas. Pembatasan itu penting sekali, karena punya daya dobrak yang luas”, katanya seraya berbagi pengalaman mengembangkan diri dan melayani dalam dunia digital yang tak terbatas.

Rm. Praeses menutup seluruh perbincangan dengan penyampaian mengenai pembangunan asrama SMP. “Pertengahan Juni 2018 ini gedung utama asrama akan dibongkar, lalu dibangun baru berlantai dua. Kita berharap dalam satu tahun bangunan itu selesai”, ujarnya (Nani).

SISWA SEMINARI LIVE IN DI TIGA LOKASI

         Siswa seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko melaksanakan live in di tiga lokasi, yakni Jerebuu untuk para siswa yang tergabung dalam kelompok etnis PERSIBA (Persatuan Seminaris Asal Bajawa), Moni untuk kelompok etnis GASSELI (Gabungan Seminaris Asal Ende-Lio), dan Boawae untuk kelompok etnis TARSANTO (Tergabungnya Seminaris Asal Nagekeo-Toto), pada Kamis-Minggu (15-17/06/2017).

            Kegiatan di awal liburan musim panas yang adalah program tahunan tersebut  wajib diikuti semua seminaris, tak terkecuali para siswa dari luar kelompok-kelompok  etnis tersebut, seperti dari Manggarai, Larantuka, Lembata, Kupang, ataupun  dari luar NTT. Mereka diberi kebebasan memilih bergabung di dalam salah satu dari ketiga kelompok etnis itu.

            Dalam kegiatan tersebut para siswa disebar ke dalam KUB-KUB di paroki tujuan, tinggal di tengah keluarga, untuk sejenak merasakan denyut riil kehidupan keluarga dari umat yang menjadi konteks pendidikan mereka, dan kelak pelayanan mereka di masa mendatang.

            Para siswa dari kelompok etnis GASSELI, misalnya, pada Kamis 17/06/2017, disebarkan dalam 32 KUB di paroki Moni. Keesokan harinya, mereka mengadakan kerja bakti membersihkan lingkungan bersama umat di KUB masing-masing. Kegiatan sore hari adalah pertandingan sepak-bola persahabatan dengan OMK (Orang Muda Katolik) paroki Moni.

            Kegiatan serupa dilakukan para siswa kelompok etnis PERSIBA di Jerebuu dan TARSANTO di Boawae. Kegiatan malam adalah katekese umat di KUB masing-masing dengan tema Meneladani Keluarga Kudus Nasareth. Perayaan Ekaristi hari Minggu diadakan di pusat paroki, dengan koor yang ditanggung para siswa. Seluruh kegiatan live in diakhiri dengan Malam Hiburan berupa pentasan acara seperti drama, tarian atau pun nyanyian untuk menghibur umat setempat.

Pengalaman Berharga

            Kegiatan live in menyediakan banyak pengalaman berharga bagi para siswa. “Saya ditempatkan di KUB yang cukup jauh dari pusat paroki. Kami harus berjalan menurun cukup dalam, kemudian mendaki lagi”, ujar Mario Degho (17), siswa kelahiran kota Semarang, yang memilih live in di Jerebuu, sebuah paroki dengan perbukitan serba menjulang dan jalan yang curam.  Perjalanan turun naik bukit dengan tangga yang curam harus dilewatinya setiap kali pulang-pergi dari KUB ke paroki atau sebaliknya. Dia merasakan sendiri kerasnya perjuangan hidup yang tidak dialaminya di seminari. “Namun saya bahagia merasakan kehangatan keluarga di sana. Saya merasa diteguhkan”, lanjutnya.

            Hal serupa dialami Ito Funan Pineul (16), siswa asal Kefa, Timor, yang memilih live in di Moni. “Tempat saya jauh dari pusat paroki. Saat pertama saya ke tempat penginapan, saya diantar dengan motor. Hari-hari berikutnya waktu saya pergi ke pusat paroki untuk merayakan Ekaristi, baru saya sadar, ternyata lokasinya jauh. Umat kalau pergi ke pusat paroki harus berjalan jauh sekali. Saya sadar, saya tidak boleh cepat menyerah atau putus asa kalau mengalami kesulitan di seminari”, kisahnya.

            “Keluarga tempat saya tinggal adalah petani. Saya pergi bersama mereka ke kebun. Saya ingin sekali bekerja bersama mereka, tetapi mereka melarangnya. Saya sedih sekali”, kata Nando Magho (16), siswa asal Kalimantan yang memilih live in di Moni. “Tapi saya tahu, ini bentuk penghargaan mereka terhadap saya”.

            “Kampung tempat kami diinapkan jauh sekali dari pusat paroki. Kami diantar dengan satu motor. Belakangan saya tahu, itulah satu-satunya kendaraan ke kampung itu. Saat ke paroki hari-hari selanjutnya, motor digunakan untuk adik-adik siswa SMP, sedangkan saya dan teman-teman dari SMA memilih jalan kaki, kadang-kadang sambil berlari, karena jauh. Kami pernah berangkat dari paroki dan tiba kembali di kampung jam 9 malam. Yang mengharukan, umat masih setia menunggu”, syering Erik Senda (20), dan Stanley Novendra (18), keduanya siswa XII SMA.

            Manfaat lain dari kegiatan live in adalah pengalaman berorganisasi dan kolaborasi yang nyata. “Kami sendiri harus berkomunikasi dengan pastor paroki dan umat dari paroki tujuan, mempersiapkan seluruh acara, mengatur jadwal kegiatan, dan menghubungi kendaraan”, kata Andi A. Lowa, salah seorang pengurus kelompok etnis PERSIBA. Ada kegembiraan tapi juga tantangan yang tak jarang getir. Ada sukacita, tapi tak kurang kecemasan: tentang keselamatan, tentang jalannya acara, tentang ketepatan waktu, dan lain-lain.

Para siswa umumnya merasa amat diteguhkan dalam panggilan mereka. Kepolosan, keramahan umat, penghargaan mereka, kerendahan hati mereka, perjuangan tak kenal lelah, pengorbanan mereka untuk mengembangkan hidup, kerinduan mereka untuk mendapatkan kunjungan lanjutan, keterampilan berorganisasi, berkomunikasi dan berkolaborasi, tanggungjawab untuk menyelesaikan seluruh kegiatan secara tuntas adalah sedikit dari sekian banyak bekal rohani yang dinikmati para siswa dan meneguhkan mereka.

Live in adalah salah satu kegiatan yang selalu dinantikan para siswa (Nani. Kontributor: Mario, San Sera, Alfian).