“Farrel, cepat siapkan barang-barangmu, kita mau berpiknik di pantai,” ujar ibuku. “Iya bu,” jawabku sambil mengemasi barang-barangku ke dalam ransel. Setelah itu kami menyantap sarapan pagi bersama. “Makan yang banyak Farrel, tour kita hari ini jauh sekali,” perintah ayahku.
Setelah sarapan kami menuju mobil sambil menenteng tas untuk melakukan perjalanan ke pantai. Tiba di tempat tujuan kami bergegas menuju ke pos untuk membeli karcis masuk. Kami pun menuju ke pantai.
Hatiku bergejolak. Deburan ombak memanggilku untuk menikmati segarnya air laut. Aku tergerak untuk segera berganti pakaian renang yang sudah kubawa.
“Ibu, aku berenang duluan yahhh,” teriakku sambil berlari menuju air laut.
“Jangan Farrel, tunggu sama ayah dulu,” perintah ibu dengan tegas.
Namun aku tak menghiraukan perkataan ibu lalu berenang di laut. Semakin lama aku berenang semakin ke tengah dan semakin ke dalam.
Tak lama kemudian aku mendengar teriakan ayahku dari pinggir laut sambil berlari lalu berenang ke arahku. “Farrel, awassss ada ombak besar dari sana!” Mendengar teriakan ayah, aku tak dapat berbuat banyak karena aku sudah terlalu jauh dari daratan.
Tiba-tiba aku mendengar suara keras “bummmmmm…,” bunyi gemuruh ombak ketika menghantam tubuhku.
Dan suara terakhir dari ayah masih sempat kudengar sebelum tubuhku membentur terumbu karang dan tak sadarkan diri lagi. “ Farrel!!!,” teriak ayah dengan nada panik dan khawatir.
Tidak lama aku merasa sudah berada di tempat baru dan asing yang tak kukenali sama sekali.
Tiba-tiba datang seorang kakek tua berjubah besar, bermahkotakan emas, dan sekujur tubuhnya berkilauan. “Hei anak, kenapa kamu ada di sini?” tanyanya kepadaku.
Dengan ketakutan aku menceritakan sepintas peristiwa yang terjadi padaku tadi. “O begitu rupanya. Sekarang baliklah ke duniamu karena kau belum pantas berada di sini,” kata kakek tersebut. Lalu sayup-sayup aku mendengar suara ayahku.
“Farrel, bangun Farrel!” Aku pun mendengar tangisan ibuku. Pelan-pelan kubuka mataku, dan kini kudapati aku terbaring dalam sebuah ruangan berwarna putih. Selang oksigen tertancap di hidungku.
“Syukurlah kamu sudah sadar. Ya Tuhan, terima kasih,” ucap ibuku dengan penuh syukur.
Kurang lebih dua minggu aku harus dirawat secara intensif. Sekarang tubuhku sudah sehat kembali dan aku dapat beraktivitas seperti sedia kala. Tidak lupa setiap hari aku selalu bersyukur kepada Tuhan atas mukjizat yang telah terjadi pada diriku.
Tuhan sangat baik.
Pier Gadjo
Siswa kelas VII SMPS Seminari Mataloko