Pater-Paul-Budi-Kleden-3975846948

SELAMAT DATANG MGR. PAUL BUDI KLEDEN, SVD

Terpilihnya Mgr. Paul Budi Kleden, SVD sebagai Uskup Agung Ende yang baru disambut sangat antusias. Banyak sekali whatsapp group di mana para imam bergabung, dan di sana mengalir rasa syukur penuh kegembiraan atas terpilihnya Bapak Uskup Agung kita.

Pagi ini (Minggu, 26/5/24) di paroki-paroki, saya yakin ada doa syukur, karena hanya dalam setengah tahun masa sede vacante, doa-doa umat se-Keuskupan Agung Ende terkabulkan. Dan bahwa yang terpilih adalah salah satu dari misionaris kita, mungkin ini sejalan dengan dan sekaligus menegaskan arah-dasar Gereja Keuskupan Agung Ende yang mandiri, solider, injili, dan misioner.

Biasanya para misionaris, SVD khususnya di Keuskupan Agung Ende, mengarahkan perhatiannya ke luar wilayah keuskupan. Dengan terpilihnya Mgr. Paul Budi Kleden, SVD, ada semacam gerak balik, mungkin untuk mengingatkan bahwa setiap medan pastoral adalah medan misioner.

Begitu mendengar nama Mgr. Paul Budi Kleden, SVD, saya teringat sederetan nama para Uskup SVD yang melayani Gereja Keuskupan Agung Ende, dari awal berdirinya. Saat umat se-keuskupan berdoa bagi pemilihan Uskup yang baru, nama-nama para Uskup itu disebut satu persatu, dalam satu tarikan napas dengan para Uskup dari kalangan imam diosesan, lengkap dengan moto tahbisan episkopal yang memperkaya.

Mgr. Petrus Noyen, SVD dengan moto “Mutiara dari Timur”; Mgr. Arnoldus Vestraelen, SVD dengan moto “Bagi Allah dan jiwa-jiwa”; Mgr. Henricus Leven memilih moto “Salam, O, Salib, satu-satunya Harapan”; disebutkan juga para uskup dari Jepang, yakni Mgr. Paulus Yamaguchi dan Mgr. Aloysius Ogihara, SJ, yang menjadi perpanjangan tangan Tuhan yang memelihara umat di saat krisis. Lalu disebutkan Mgr. Antonius Thijssen, SVD yang mengusung moto “Di dalam SabdaMu”; Mgr. Gabriel Manek, SVD bermotokan “Bunda Maria, Pelindung segala Bangsa”; Mgr. Donatus Djagom, SVD mengambil moto “Mari Kita Wartakan Kristus yang Disalibkan”; Mgr. Abdon Longinus Da Cunha mempunyai moto “Mendengarkan dan Mewartakan”; dan moto Mgr. Vinsensius Sensi Potokota adalah “Beritakanlah Firman, Baik atau Tidak Baik Waktunya”.

Tampak sekali semangat misioner yang universal dan terbuka yang menembus sekat-sekat primordial: pribumi non pribumi, Eropa-Asia, penjajah-jajahan, imam diosesan-imam tarekat. Semangat misioner itu serasa mengalir dari waktu ke waktu dan menggembalakan umat Keuskupan Agung Ende.

Saat ini, ketika Mgr. Paul Budi Kleden, misionaris SVD, terpilih menjadi Uskup Agung Ende yang baru, rasanya semangat misioner itu sama sekali tidak hilang dalam lintasan sejarah, bahkan, atas bimbingan Roh, bernyala dengan cemerlang. Maka pantas kalau umat bergembira, dan kita semua merayakan berita ini dengan rasa syukur yang besar, hari ini, persis pada Pesta Tritunggal Mahakudus. Selamat datang Bapak Uskup!

Kalau terpilihnya Mgr. Paul Budi Kleden, SVD dikaitkan dengan kaderisasi para imam, baik imam diosesan maupun imam tarekat, taruhan kaderisasi bukanlah pada terpilihnya seseorang menduduki jabatan tertentu dalam gereja, seakan-akan tidak ada ruang lagi bagi The Invisible Hand yang mengorkestrasi semua ini. Taruhan kaderisasi, bagi saya, letaknya pada kualitas pelayanan sehari-hari dengan semangat misioner yang tidak pudar dalam tugas apa pun yang dipercayakan gereja kepada kita.

Semua kita mengenal Bapak Uskup Agung kita yang baru ini, baik kompetensi intelektualnya, kerohanian, kepribadian, maupun keluasan hatinya. Bagi saya ini berkat yang luarbiasa bagi gereja lokal kita.

Saya teringat tahun 2018 sesudah Mgr. Budi dipilih jadi Superior General SVD. Dia jalan-jalan ke Mataloko. Saat itu sudah sore. Saya sedang berada di English Room bersama sejumlah anak. Saya terkejut bukan main. Spontan saya peluk dia, dan saya katakan pada anak-anak, “He anak-anak, tahu tidak, ini Pater Superior General SVD yang baru, pemimpin tertinggi SVD sedunia!”

Anak-anak terkesima. Pater Budi, seperti biasa, sangat sederhana, sangat rendah hati. Tidak terasa ada tendensi megalomania pada dirinya, padahal semua orang tahu, dia raksasa.

Sesudah dia tinggalkan English Room, saya terdiam. Orang besar ini begitu manusiawinya, begitu bersahajanya. Saya merasa seperti temannya, saudaranya, padahal saya tahu, dan anak-anak tahu, betapa saya sering konyol, dan tidak ada model.

Sekarang dia bapak Uskup saya, Mgr. Paul Budi Kleden, SVD. Sebentar lagi saya akan cium tangannya, meletakkan tanganku di dalam genggaman tangannya. Rasanya ini rahmat.

Kadang saya bertanya, apakah spirit misioner itu masih mengalir deras dalam nadiku?

Mgr. Noyen naik kuda, jalan kaki dari ujung timur Flores sampai ujung barat Labuan Bajo. Mereka pasti capai sekali. Namun itu bukan alasan bagi mereka untuk menimba kekuatan misioner lewat brevir, doa rosasio, baca Kitab Suci, dan terutama Ekaristi.

Paul Arndt, SVD, P. Herman Bader, SVD, Pater Glinka, SVD, untuk menyebut beberapa nama, pioner dalam menyelami hati terdalam dari umat dalam nilai-nilai budaya.

Mereka tidak besar karena pewartaan mereka tentang dirinya. Mereka besar karena melalui karya mereka kita lebih mengenal kedalaman diri kita sebagai orang Flores, local wisdom yang ternyata tak ternilai.

Dan mereka sendiri, dengan kedalaman refleksi dan penguasaan pengetahuan menjadi artikulator dari kebernasan budaya kita. Mereka mengekspresikan teologi kebijaksanaan yang dihayati orang-orang kita.

Pater Hubert Hermens SVD, Pater Mommersteg, SVD, untuk menyebut beberapa, adalah pastor paroki, tapi bau tanah Flores yang mereka hirup membuat para petani, nenek moyang kita, orang-orang kita, berjalan dengan kepala tegak.

Semangat misioner itu tidak pernah hilang dalam lintasan sejarah.

Namun, terkadang saya pikir, mungkin urat nadi yang mengalirkan darah misioner itu sudah mulai tersumbat oleh berbagai kolestrol, di era invasi teknologi dengan turbulensinya yang tinggi ini, di era di mana hidup jadi gampang tapi cenderung menyukai yang maya, tawaran gaya hidup menggiurkan dan enak tapi hilang kedalaman.

Jadi terpilihnya Mgr. Paul Budi Kleden, SVD rasanya tepat pada waktu Tuhan, untuk menjadi tanda nyata bahwa semangat misioner itu harus tetap mengalir dalam urat nadi keberimanan dan pastoral kita.

Karena itu, mari kita bersatu hati mendoakan Bapak Uskup kita yang baru, dan karya misioner di Keuskupan Agung Ende (Nani Songkares).

Tags: No tags

Comments are closed.