Inkam

Perdana: Inspirasi Kamis Seminari Mataloko

Oleh: Ibu Chresentina Ngani S.Pd dan Fr. Tian Gunardo OFM

Komunitas SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Mataloko menggelar untuk pertama kalinya kegiatan Komunitas Belajar pada Kamis (29/8/2024). Bertempat di ruang guru SMPS Seminari, realisasi perdana program bertajuk “Inkam Semat: Inspirasi Kamis Seminari Mataloko” ini dihadiri oleh seluruh staf guru SMPS Seminari, Praeses Seminari, dan Ibu Ida, selaku Pengawas Binaan Sekolah Kabupaten Ngada.

Kepala sekolah SMPS Seminari, P. Anton Waget, SVD, menjelaskan dalam sambutannya perihal maksud dan tujuan dari terbentuknya Komunitas Belajar. Menurutnya, Komunitas Belajar merupakan wadah yang efektif untuk meningkatkan kualitas para pendidik dan peserta didik. “Komunitas belajar terdiri dari orang-orang dengan semangat yang sama. Komunitas ini bermaksud untuk meningkatkan kualitas para pendidik itu sendiri dalam menemukan cara-cara baru dalam membimbing anak-anak didik”, jelas Pater Anton.

Kesulitan Menjaga Keheningan

Selama lebih dari satu jam pertemuan, para peserta mendalami bahan bertema “Hasil Assesmen Diagnostik non Kognitif SMPS Seminari St. Yohanes Berchmans Mataloko”, yang disajikan oleh Ibu Chresentina Ngani S.Pd, pengampu mata pelajaran BK di SMPS Seminari. Menyambut isi pembahasan yang dibawakan pemateri, Romo Praeses menyebut bahwa pemilihan warga kelas VII sebagai bahan kajian sangat selaras dengan agenda besar Seminari Mataloko pada perayaan satu abad mendatang. “Kita memang harus mengenal dan mempersiapkan anak-anak kelas VII kita dengan baik. Sebab anak-anak inilah yang akan menjadi garda terdepan dalam acara satu abad Seminari pada lima tahun mendatang”, ungkap Romo Praeses.

Dengan fokus pada karakter negatif anak-anak didik, Ibu Chresentin menunjukkan bahwa sebagian besar para peserta didik kelas VII mempunyai kesulitan untuk menjaga ketenangan dan keheningan. Lantas, pertanyaan tunggal Ibu Chrisentin, yakni apa saja langkah solutif yang dapat diambil? Menanggapi pokok ini, Romo Dinno Amawawa, selaku kepala Asrama SMPS Seminari, mengamini penilaian tersebut. “Tuntutan di Seminari untuk selalu menjaga keheningan, ketekunan, dan ketenangan memang berbanding terbalik dengan karakter siswa kita yang cenderung kinestetik, suatu kecenderungan untuk mudah bergerak ke mana-mana”, jelas Romo Dinno. Walakin, Romo Dinno sendiri pun mengaku masih kesulitan untuk menemukan jalan keluar dari tantangan ini.

Pada tempat lain, Romo Praeses juga memberikan komentar yang menarik terkait gejala ini. Beliau menyoroti trend penurunan semangat hidup rohani di tengah kalangan seminaris atau para calon imam pada umumnya. Dengan menyinggung hal ini, Romo Praeses hendak mengatakan bahwa fenomena kesulitan untuk menjaga ketenangan dan keheningan merupakan imbas dari gejala penurunan pada minat akan hal-hal rohani di tengah kalangan seminaris dewasa ini.

Memikirkan Jalan Keluar

Diskusi mengenai kesulitan para seminaris dalam menjaga keheningan menyita perhatian seluruh peserta kegiatan. Untuk memecah kebuntuan, Pater Anton memancing ide solutif atas persoalan dengan menawarkan kegiatan meditasi pagi di dalam kelas sebagai cara baru untuk melatih ketenangan anak-anak. Menurutnya, pangkal dari kesulitan menjaga keheningan yakni karena para seminaris tidak terlatih untuk mempunyai daya hening dan konsentrasi yang tinggi.

Menyambung gagasan ini, Fr. Tian OFM pun mengusulkan agar para siswa kelas VII menjalani kegiatan rohani yang lebih intens pada hari Sabtu. “Ketimbang mengikuti kelas literasi, sebaiknya pada semester satu, para siswa kelas VII difokuskan untuk mendalami latihan-latihan rohani yang dapat dipandu oleh para frater”, pungkas Frater Tian. Usulan ini diterima karena dianggap sebagai solusi sementara yang baik oleh seluruh peserta sidang.

Kegiatan Komunitas Belajar ini diakhiri dengan pesan penutup dari Ibu Ida. Secara garis besar, Ibu Ida mengapresiasi langkah baru SMPS untuk memulai kegiatan Komunitas Belajar. Serentak pula, ia menaruh harapan agar kegiatan ini dapat menjadi kesempatan yang baik bagi para pendidik di SMPS Seminari untuk belajar bersama demi menyediakan kualitas pengajaran yang sama bagi para peserta didik.

Ibu Yustin1

TERPANGGIL KARENA SOSOK GURU

Oleh: Ibu Yustina Ia, S. Pd

Menjadi guru itu bukan sekadar profesi melainkan panggilan hidup. Panggilan untuk mendidik dan mengajar anak-anak menjadi generasi yang cerdas. Bagi saya menjadi guru adalah suatu tugas yang sangat mulia. Kemuliaan seorang guru datang karena ia merupakan sosok yang sangat penting bagi masa depan anak didiknya.

Perkenalkan nama saya Yustina Ia. Anak-anak biasa menyapa saya Ibu Yustin. Saya mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Mataloko yang terletak di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT sejak tahun 2015.

Ketertarikan menjadi guru saya rasakan sejak di bangku Sekolah Dasar. Waktu itu saya terinspirasi dengan salah seorang guru matematika. Saya dikenal sebagai siswa yang pandai dalam pelajaran matematika. Bagi saya, pelajaran matematika adalah pelajaran yang sangat menyenangkan. Selain itu, kehadiran guru juga membuat saya menikmati pelajaran matematika. Namanya Bapak Paskalis Pasi. Sosok itulah yang membuat saya terinspirasi menjadi guru.

Ketika saya melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama, ketertarikan saya pada pelajaran matematika semakin menurun. Alasannya karena menurut saya, guru yang mengajar mata pelajaran tersebut sangat membosankan. Meskipun ketertarikan saya pada pelajaran matematika semakin menurun, itu tidak membuat motivasi belajar saya berkurang.

Cita-cita saya menjadi guru mendapat inspirasinya lagi dari sosok seorang guru muda yang sangat cantik ketika saya duduk di bangku SMA. Waktu itu dia mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dan mungkin karena itulah, ketika masuk perguruan tinggi saya mengambil jurusan tersebut, sampai pada akhirnya saya pun menjadi seorang sarjana pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Di awal tahun 2015, saya diterima untuk menjadi guru di SMPS Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko, yang peserta didiknya laki-laki. Peserta didik ini dipersiapkan untuk menjadi imam Katolik. Saya tidak langsung diterima begitu saja. Proses penerimaannya dilakukan melalui tes. Yang pertama, kami mengikuti micro teaching, dan yang kedua kami diminta menulis artikel yang temanya diberikan oleh panitia.

Dari sekian banyak pelamar, saya termasuk orang yang sangat beruntung. Betapa bahagianya ketika mengetahui bahwa saya lulus tes dan diterima menjadi guru di SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Mataloko.

Menjadi guru baru di lembaga pendidikan calon imam, pada awalnya membuat saya tidak merasa  percaya diri atau bisa dikatakan menyerah sebelum mencoba. Saya katakan demikian karena dalam pandangan orang, siswa yang bersekolah di SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Mataloko adalah kumpulan siswa yang cerdas. Walaupun demikian saya tetap memberanikan diri untuk menghadapi situasi ini dengan sebuah tekad untuk harus bisa.

Awal ketika saya bergabung di lembaga tersebut, selain menjadi guru, ada dua tugas tambahan yang dipercayakan kepada saya. Yang pertama sebagai wali kelas VII, dan yang kedua sebagai kepala perpustakaan. Saya sangat menikmati tugas yang telah dipercayakan. Sebagai wali kelas, saya berusaha mengenal lebih dekat setiap siswa. Bahkan kadang kala berkomunikasi dengan orangtua siswa demi kemajuan anaknya. Sebagai kepala perpustakaan saya selalu berusaha menjalin komunikasi bersama tenaga perpustakaan di sela-sela waktu senggang.

Tugas tambahan tidak menghalangi panggilan saya sebagai guru. Saya masuk ruangan kelas secara tertib. Saya merasa senang saat bertatap muka dengan siswa di kelas. Segala beban yang ada di pikiran saya seolah hilang ketika bertemu dengan mereka.

Sebelum proses pembelajaran berlangsung biasanya saya terlebih dahulu menyiapkan semua perangkat pembelajaran. Dimulai dari modul ajar, LKPD, dan video pembelajaran. Materi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa, saya susun dengan sederhana agar siswa lebih mudah memahami.

Dalam penerapan kurikulum merdeka pembelajaran Bahasa Indonesia terdiri dari empat aspek. Yakni aspek menyimak, membaca, berbicara, dan aspek menulis. Ketika hendak mengembangkan keterampilan menyimak sering saya gunakan video, karena menurut saya dengan menayangkan video pembelajaran pada aspek ini, anak-anak dilatih  untuk lebih berpikir kritis.

Hal positif yang saya temukan ketika proses pembelajaran berlangsung adalah antusiasme sebagian besar siswa yang berlomba-lomba untuk bertanya berkaitan dengan materi yang saya sampaikan. Hal ini sungguh saya nikmati sehingga membuat saya merasa ditantang untuk terus belajar, berinovasi dan kreatif dalam menyiapkan materi dan strategi untuk selalu menghidupkan suasana kelas.

Namun, ada juga hal negatif yang saya temukan di dalam kelas. Misalnya ada siswa yang susah ditegur, siswa yang suka berpindah-pindah tempat duduk, siswa yang suka menyanyi, dan bahkan ada siswa yang tidur pada saat proses pembelajaran. Ketika menemukan hal itu, saya biasanya tidak menghukum mereka. Saya memanggil mereka dengan aura keibuan saya, kemudian menasihati mereka, memberi motivasi dan memperingatkan mereka untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.

Menjadi guru memang tidaklah mudah. Namun jika dijalani dengan penuh keikhlasan maka semua kelelahan yang kita rasakan dapat diganti dengan kebahagian dan kebanggaan tersendiri.

Saya berusaha memberikan yang terbaik bagi siswa. Oleh karena itu saya terus belajar. Mungkin untuk saat ini saya belum maksimal, tetapi saya yakin, dengan belajar, saya akan menjadi guru yang lebih baik. Saya selalu berharap, apa yang saya lakukan bermanfaat dan berguna bagi mereka di masa depan.

Saya bersyukur bisa mendidik anak-anak bangsa. Saya bersyukur menemukan tantangan dalam proses pembelajaran. Ada anak yang kelihatan tidak punya motivasi. Saya melihatnya sebagai kesempatan belajar memotivasi mereka.  Ada siswa yang bermasalah karena kepribadian. Saya belajar memperkokoh karakter mereka.  

Saya berusaha memperbaiki diri secara terus menerus sehingga menjadi guru yang professional dan baik. Saya berusaha segenap hati menjalani tugas panggilan sebagai seorang guru dan terus berproses dari waktu ke waktu.

Weekend2

Berpastoral: Kunci Menuju Imamat

Berpastoral merupakan kegiatan kunjungan di tengah-tengah umat. Kegiatan yang berlandaskan pada pewartaan dan kesaksian hidup melalui katekese, dan lain-lain. Pada tanggal 8 – 10 Maret 2024, lembaga pendidikan calon imam SMPS Seminari Mataloko menjalankan kegiatan pastoral di Paroki St. Joanne Baptista Wolosambi. Pewartaan dan kesaksian hadir pula, melalui katekese dan kegiatan lainnya. Berpastoral menjadi bahan pokok dalam membekali calon imam menuju imamat, terkhususnya dalam mewartakan Sabda Allah.

Katekese Umat itu Penting

Katekese merupakan kegiatan pembinaan iman bagi anak-anak, kaum muda dan orang dewasa, singkatnya semua umat beriman. Katekese tersebut diajarkan secara sistematis dengan maksud mampu mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristiani. Katekese ini menjadi penting karena menjadi landasan pengetahuan iman. Orang beriman tentu tahu apa yang diimani dan makna yang terkandung di dalamnya. Jadi, katekese umat merupakan suatu kegiatan di mana umat berkumpul dan membahas, serta bersaksi akan Yesus Kristus dalam berbagai pandangan yang mampu menguatkan iman mereka yang berpegang pada Sabda Allah, yakni Kitab Suci.

Hidup kita harus bermakna. Panggilan itu berarti melayani sesama dalam Nama Tuhan. Pelayanan  harus mengalir dari Sabda Allah. Semua aktivitas kita mesti terarah pada tujuan utama misi Yesus, yaitu mewartakan Injil. Begitu pentingnya hal ini, Rasul Paulus pernah menandaskan hal yang sama, “celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil.” (1Kor. 9:18)

Semangat Mewartakan Kabar Baik

Tugas mewartakan Injil atau kabar baik adalah tugas dan panggilan anak-anak Allah. Yesus yang adalah Anak Allah mengajar para murid untuk mewartakan kabar baik ke seluruh dunia. Ia mengajak muridnya untuk tidak hanya mewartakan kebaikan keluarga atau lingkungan tertentu Yesus ingin sesuatu yang lebih, yaitu supaya baik juga Injil dirasakan oleh orang-orang di daerah lain. Dengan semangat dan antusias, Yesus mengajak muridnya untuk berangkat pagi hari.

Semangat mewartakan kabar baik, pertama-tama bersumber dari relasi dengan Allah. Melalui kedekatan dengan sang sumber kebaikan, anak-anak dimampukan menjadi pewarta kabar baik. Hal ini tampak dalam diri Yesus yang menjalin relasi dengan bapa dalam doa. Pagi-pagi benar, ia telah berjumpa dan menimba kebaikan dari Allah Bapa-Nya. Dari Bapalah, Yesus memiliki semangat untuk berbuat dan mewartakan kebaikan. Tanpa terkait pada kedekatan emosional manusiawi semata. Pembelajaran inilah yang penting bagi seluruh umat Allah dan terlebih sebagai pengikut Kristus. Jalan doa adalah sumber semangat bagi para pewarta kabar baik.

Teguh Dalam Pewartaan

Percaya dalam tindakan Roh Kudus harus selalu memandang kita untuk pergi dan mewartakan Injil, menjadi saksi iman yang berani, tetapi selain dari kemungkinan adanya tanggapan positif terhadap karunia iman, juga ada kemungkinan penalakan terhadap Injil.

Dalam situasi baik ataupun buruk, Injil atau kabar baik harus diwartakan lewat perkataan dan juga perbuatan baik. Semangat itulah yang membedakan antara pekerjaan sosial, dan anak-anak Allah. Semangat untuk mewartakan pertama-tama bukan dari aspek psikologis dan sosial, tetapi aspek rohani yang mendalam. Kesadaran sebagai makhluk rohani yang sadar bahwa segala kebaikan berasal dari Allah semata, akan mendorong anak-anak Allah untuk belajar hal-hal yang sama. Karena kita semua telah menerima apa yang baik dari Allah, maka sudah sepatutnya memberikan apa yang baik kepada sesama dan Allah. (Clovis Mere – IX C).

Weekend10

Meluncur di Tengah Umat

Komunitas SMPS Seminari Santo Yohanes Berkhmans Mataloko mengadakan kegiatan weekend periode kedua. Kegiatan itu berlangsung dari tanggal 8 – 10 Maret 2024. Pada periode kedua ini Seminari Mataloko mengunjungi Paroki Santo Joanne Baptista Wolosambi setelah pada periode pertama tahun lalu mengunjungi Paroki Santo Fransiskus dan Santa Clara Aimere. Kegiatan weekend ini merupakan kegiatan berpastoral di tengah umat yang melibatkan siswa kelas IX, kelas VIII, beberapa dari kelas VII dan para guru dan pembina.

Kegiatan ini dilakukan bukan untuk berekreasi, jalan-jalan semata, menikmati pemandangan tetapi membantu seminaris belajar mewartakan dan memberi kesaksian tentang hidup di Seminari sembari membangun kembali motivasi panggilan para seminaris dalam menjalani pendidikan sebagai calon imam.

Di paroki Wolosambi, para seminaris dibagi di setiap Stasi dan KUB. Itulah yang menjadi tantangan baru bagi masing-masing seminaris. Berusaha untuk beradaptasi dengan kebudayaan sekitar dan aktivitas harian masyarakat yang terkadang berubah-ubah membuat tantangan  semakin besar, tetapi hal itu tidak mematahkan semangat kami untuk bersaksi.

Selama weekend, kami tinggal di Stasi Sukamaju tepatnya di KUB Pohon Kehidupan dengan bapak Yosep Die sebagai ketua stasi. Keberadaan kami selama di sana, memang sedikit mengganggu kegiatan setiap keluarga yang menerima kami. Tetapi kami tetap diterima dengan baik oleh mereka. Mendapatkan perhatian yang begitu penuh dari bapa dan mama asuh dan anggota KUB, saya merasa semacam berada di rumah sendiri. Kami diperlakukan layaknya anak kandung. Walaupun terdapat banyak kekurangan tetapi mereka tetap memberikan yang terbaik dari apa yang mereka miliki.

Di sana kami juga melaksanakan beberapa kegiatan terjadwal seperti katekese bersama umat di KUB, kerja bakti, pertandingan persahabatan dengan SMPN 1 Mauponggo dan ditutup dengan perayaan Ekaristi pada hari minggu. Kegiatan ini lebih banyak melibatkan para seminaris dan umat. Lebih banyak waktu untuk bertukar cerita, berbagi pengalaman dengan umat sekitar.

Selama berada di sana banyak hal yang saya dapatkan, mulai dari pengalaman baru, tempat baru, teman baru dan keluarga baru. Bukan hanya sekedar makan durian, rambutan, tetapi bagaimana kami mencoba masuk sebagai umat dan turut serta ambil bagian dalam setiap kegiatan harian.

Weekend juga menjadi salah satu jalur panggilan bagi siswa-siswa luar yang ingin melanjutkan pendidikan di Seminari. Weekend juga bukan hanya untuk kepentingan para seminaris. Tetapi juga untuk keberlangsungan pendidikan di Seminari Mataloko yang selaras iman dan selaras zaman. (Brian Lenga – IX B)

Weekend3

Mewartakan Kasih di bawah Kaki Ebulobo

Pengembangan diri selanjutnya setelah proses pendidikan akademik adalah kegiatan weekend. Kegiatan ini dikhususkan bagi siswa Seminari. Weekend – demikian nama kegiatan pastoral di atas, merupakan salah satu program unggulan asrama yang mulai berjalan pasca Covid-19. Kegiatan ini dirancang oleh tim prefek agar dapat menjadi sarana pengembangan diri bagi seminaris, khususnya dalam bidang pewartaan dan sosialisasi bersama umat. Tujuan kegiatan ini juga untuk mempererat motivasi panggilan para calon imam.  

Terhitung mulai dari Jumad, tanggal 8 Maret 2024 hingga Minggu, tanggal 10 Meret 2024, pihak SMPS Seminari Santo Yohanes Berkhmans Mataloko telah melaksanakan kegiatan pastoral di Paroki St. Joanne Baptista, Wolosambi.

Adapun kegiatan weekend ini meliputi jalan salib, katekese dan perayaan Ekaristi bersama umat. Menariknya, weekend tidak hanya berpusat pada kegiatan rohani saja. Pasalnya, pihak Seminari telah melaksanakan kerja sama dengan SMPN 1 Mauponggo. Pertandingan persahabatan pada cabang olahraga (sepak bola dan bola voli).

“Dalam pertandingan bersama teman-teman dari SPENSA, saya merasa gugup. Rasa ini muncul karena pertama kalinya saya dan tim voli Berkhmawan berhadapan dengan anak-anak pantai yang dikenal sebagai pemain voli yang ulung”, ujar Tom Naba, salah satu seminaris yang bergabung dalam tim voli Berkhmawan Junior, kala diwawancarai pada Selasa, 12 Maret 2024.

Meskipun mengalami kekalahan pada pertandingan persahabatan tersebut, para pemain voli Berkhmawan Junior tetap menunjukkan sportivitas dan solidaritas terhadap teman-teman dari SMPN 1 Mauponggo.

Selain pertandingan persahabatan, pihak paroki juga menggalang kerja bakti bersama seminaris di beberapa lokasi, mulai dari Gereja, halaman paroki, kebun paroki, kapela setiap stasi, dll. Melalui kegiatan ini diharapkan para seminaris dapat memetik nilai-nilai persaudaraan, kerja sama dan motivasi baru dalam menapaki jalan panggilan, sehingga weekend tidak hanya menjadi event belaka, tetapi dapat membekas dan memberikan makna bagi setiap seminaris.

Selama berpastoral, seminaris disambut dan diterima dengan baik oleh umat KUB dan keluarga tempat mereka menginap. Sambutan umat dalam kegiatan juga memuaskan para seminaris, khususnya kebutuhan perut. Para seminaris disuguhkan aneka buah hasil kebun umat dari Paroki Wolosambi. Setidaknya, kebutuhan rohani dan jasmani seminaris terpenuhi melalui tangan kasih dan diwarnai senyuman hangat dari seluruh umat paroki St. Joanne Baptista, Wolosambi.

Dalam sambutannya, Clovis Mere selaku perwakilan dari para seminaris mengatakan, “Sebelum kami masuk dalam keluarga, kami telah merasakan kehangatan kekeluargaan itu kala disambut dan diterima oleh Pastor Paroki dan para ketua stasi.” Kekeluargaan sendiri merupakan tempat permata dan terutama dalam pembentukan karakter pribadi seseorang. Hal itu, penting bagi para calon imam agar dapat merasakan pendidikan dalam keluarga sebagai bekal dalam menghadapi dunia luar.

Melalui kegiatan ini seminaris dipersiapkan dan dilatih secara mental agar dapat mempersiapkan kondisi ;pastoral yang berbeda-beda di tengah umat. Hidup bersama umat juga membantu seminaris agar dapat memahami arti cinta kasih kepada sesama. Kasih adalah suatu pemberian yang paling berharga yang pernah dihadirkan Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu, marilah kita saling berbagi kasih dengan sesama yang ada di sekitar kita. Kiranya weekend dapat mengajarkan kita untuk mendasari seluruh jalan panggilan kita dengan semangat cinta kasih (Anjelo Jago, IX A)                                                                                                                            

Testing

Seminari Langsungkan Testing Penerimaan Siswa Baru

Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko melangsungkan testing penerimaan siswa baru untuk tahun pelajaran 2024/2025, Sabtu (16/03).

Testing ini merupakan testing tahap kedua yang bertempat di Seminari Todabelu Mataloko dan diperuntukkan bagi calon seminaris asal Kevikepan Bajawa, Kevikepan Mbay, dan dari luar Keuskupan Agung Ende. 

Sebelumnya, testing tahap pertama yang diperuntukkan bagi calon seminaris asal Kevikepan Ende dan dari luar Keuskupan Agung Ende, telah dilaksanakan di Rumah Bina Olangari, Jalan Melati Ende, Senin (11/03).

Sekretaris Panitia Testing, Pak Kris Bata menyampaikan bahwa calon seminaris yang mengikuti tes berjumlah 146 orang.

“Jumlahnya sebanyak 146 orang. Untuk testing tahap pertama yang dilaksanakan di Ende; calon siswa SMP sebanyak 50 orang dan 3 orang untuk siswa KPB.

Untuk tes kedua di Mataloko hari ini; calon siswa SMP sebanyak 89 orang dan 4 orang untuk calon KPB,” ungkap Pak Kris.

Jumlah ini kemungkinan akan bertambah seiring bertambahnya jumlah calon seminaris yang masuk Kelas Persiapan Bawah (KPB) yang pendaftarannya masih terus dibuka hingga akhir Juni 2024.

Bagi calon seminaris yang masuk KPB diberi kekhususan oleh pihak Seminari untuk masuk Seminari tanpa melalui jalur tes tertulis.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Panitia Testing, RD. Beni Lalo dalam perjumpaannya dengan para calon seminaris dan orang tua/wali calon seminaris di awal testing tahap kedua di Aula SMPS Seminari Mataloko.

“Seminari beri kekhususan untuk mereka untuk masuk tanpa melalui tes tertulis. Mereka hanya mengikuti tes wawancara. Karena itu, para calon siswa KPB yang datang pada hari ini; kamu harus berbahagia. Kamu tentu pasti lulus. Ya, jikalau ada penyakit seperti hepatitis, tentu itu menjadi halangan tersendiri. Kita beri kekhususan ini, mengingat jumlah siswa KPB yang menurun selama beberapa tahun terakhir,” ungkap RD. Beni.

Selain itu, kekhususan juga diberikan kepada calon seminaris yang berasal dari luar Pulau Flores.

“Kita juga beri kekhususan untuk calon seminaris yang berasal dari luar Pulau Flores. Mereka tidak mengikuti tes wawancara dan tes tertulis. Mereka hanya mengirimkan biaya kontribusi untuk panitia testing. Kita pahami, karena jarak dan biaya yang juga tidak mudah untuk sampai ke dua tempat tes ini”, terang RD. Beni.

Dalam perjumpaannya dengan para calon seminaris dan orang tua/wali calon seminaris di akhir testing, Romo Beni menyampaikan bahwa hasil testing akan dikirim ke Paroki masing-masing calon seminaris dan akan diumumkan oleh Pastor Paroki saat Minggu Paskah atau satu Minggu setelah Pekan Suci. (Bayu Tonggo).

DAK1

PROYEK DENGAN DAK, JAWABAN SEBUAH MIMPI

Oleh: P. Anton Waget, SVD

Sedari momen pelantikan menjadi kepala sekolah, 17 Februari 2023, saya sadar bahwa posisi kepala sekolah adalah sebuah amanah atau kepercayaan yang diberikan kepada saya. Di dalam kepercayaan ini terkandung perintah, tanggung jawab, dan kewajiban yang harus saya penuhi supaya seluruh proses pendidikan berjalan lancar dan kualitasnya terus ditingkatkan.

Mohon izin saya memperkenalkan diri. Nama lengkap saya Antonius Waget. Karena saya seorang imam Katolik, maka saya selalu disapa Pater Anton, SVD. Setelah ditahabiskan pada 1998, saya dikirim untuk bekerja di Botswana, Afrika (1999-204). Setelah perawatan kesehatan selama tahun 2005, saya ditugaskan untuk mengajar Bahasa Inggris di SMA dan Agama di SMP Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko sejak Januari 2006.

Untuk meningkatkan profesionalitas, saya mengambil Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma (2009 – 2014). Sekembali dari sana, saya diberikan kesempatan mengajar bahasa Inggris pada jenjang SMP sampai pada hari pelantikan 17 Februari 2023.

Renovasi dan Pengadaan Sarana Prasarana Penunjang

Tanggung jawab sekaligus tantangan pertama yang saya hadapi adalah merenovasi ruang-ruang kelas dan pengadaan sarana prasarana penunjang. Lembaga pendidikan yang dibangun pada 1929 ini amat butuh direnovasi karena dimakan usia, dan amat perlu dilengkapi berbagai sarana penunjang lainnya.

Tentu hal ini sudah dilakukan dengan luar biasa oleh para kepala sekolah pendahulu saya. Banyak sekali bangunan yang sudah direnovasi. Kapela, dan kamar makan, misalnya, telah direnovasi dan menjadi layak pakai. Sebagian ruang kelas juga telah mengalami renovasi. Terima kasih Romo Kristo Betu, Pr, dan Rm. Gabriel Idrus, Pr.

Namun, karena kompleks SMP Seminari luas, tidak semua ruang kelas direnovasi. Sebagian ruang kelas yang belum renovasi, keadaannya memprihatinkan. Dinding kusam, lantai berlubang, atap bocor. Hal ini sangat mengganggu proses pembelajaran. Apalagi kalau musim hujan tiba. Mimpi peningkatan kualitas pendidikan itu besar. Namun, tanpa sarana dan prasarana yang memadai, mimpi akan susah menjadi kenyataan.

Perabot yang ada di dalam kelas tidak kalah memprihatinkan. Kursi dan meja yang dipakai siswa banyak yang rusak. Bagaimana mungkin siswa bisa betah di dalam sebuah ruangan kelas tanpa sarana dan prasarana yang memadai. Disiplin belajar perlu mendapat dukungan secara fisik berupa adanya sebuah belajar dengan perabot yang memungkinkan mereka betah dan nyaman belajar.

Selain itu, keseluruhan kompleks SMP Seminari Mataloko luas sekali. Ruangan kelas memanjang hampir dua kali lapangan sepakbola. Itu menyulitkan pemantauan dan kontrol. Tanpa pemantauan dan kontrol yang baik siswa yang berada pada masa akil-balik dapat melakukan tindakan-tindakan indisipliner yang merugikan proses belajar, bahkan merusak. Apalagi pada jam-jam studi sore dan malam, ketika guru tidak berada di tempat.

Kecuali itu, setiap langkah kreatif dan positif dari seorang guru bersama para siswa di kelas akan luput dari perhatian Kepala Sekolah. Padahal jika Kepala Sekolah dapat memantau proses-proses pembelajaran seperti itu, tentu akan membantu guru saling meneguhkan dan menginspirasi, kelas yang satu dapat belajar dari keunggulan kelas yang lain. Itu sebabnya pengadaan CCTV sangat membantu.

Sarana lain yang amat dibutuhkan ialah LCD. Sarana ini amat membantu para guru mempresentasikan bahan-bahan ajarnya. Juga sarana ini amat mempermudah para siswa menangkap semua materi yang diajarkan di dalam kelas, dan mereka juga ditantang menjadi aktif dan kreatif dengan melakukan presentasi yang menarik.

Sudah tiba waktunya papan tulis putih harus dipasang di dalam kelas. Papan lama yang terbuat dari kayu sudah lama tidak dipakai. Selain karena semuanya sudah berlubang, juga karena penggunaan kapur tulis sudah bukan zamannya lagi.

Bantuan Pemerintah dan Pemerhati Pendidikan

Bagai  gayung bersambut, mimpi saya terjawab. Setelah sebulan dilantik, saya mendapat informasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ngada bahwa SMPS Seminari Mataloko mendapat bantuan dari Jakarta sebesar Rp 1,209,529,930,00. Rp 685,655,980 diperuntukan merehab tiga ruang kelas. Rp 91,539,150 diperuntukkan merehab tiga toilet para guru, ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, dan ruang guru. Rp 166,298,450 diperuntukkan membangun baru toilet siswa. Dan Rp 266,036,350 diperuntukan membangun gedung baru, yakni Unit Kesehatan Sekolah.

Sejujurnya, tanpa bantuan pemerintah pusat ini, saya tidak bisa memulai apa-apa. Dana dari sekolah sendiri tidak ada. Sistem pengelolaan dana ini adalah swakelola. Maka berdasarkan gambar dan dicocokkan dengan Rancangan Anggaran Belanja (RAB) saya belanja bahan-bahan bangunan. Pihak Dinas pun mengizinkan saya belanja bahan bangunan yang kualitasnya di atas ketetapan RAB.

Pada dasarnya saya mementingkan kualitas bangunan yang bertahan puluhan tahun. Maka selain kualitas bahan bangunan, saya juga mendatangkan tenaga kerja asal Jawa. Kualitas kerja mereka jauh dari pada tukang lokal. Kosekuensi yang ditanggung selama proses pengerjaan ini ialah risiko defisit anggaran, sekitar Rp 150an juta. Tapi hal ini bisa diatasi ketika banyak sahabat dari dalam maupun luar negeri turut membantu.

Saat ini para siswa dan para guru sedang menikmati fasilitas yang hampir 100% rampung dibangun itu. Kepala Sekolah dan para pegawai bisa bekerja dengan nyaman di dalam ruangan yang luas dan dilengkapi dengan toilet. Selain menikmati fasilitas toilet yang bersih, para guru pun bisa menayangkan bahan ajarnya dengan menggunakan fasilitas LCD. Mereka bisa menuliskan bahan ajarnya pada dua papan putih yang bebas kapur tulis itu. Para siswa pun bisa membaca bahan ajar yang ditayangkan gurunya. Toilet terdekat pun sudah siap melayani kebutuhan mereka.

All the Universe Conspires

Tentu saja, semua sarana prasarana ini diperbaharui dan dibangun agar manusianya berkualitas. Saya ingin menumbuhkan kesadaran dari para guru dan pegawai tentang pentingnya pelayanan pada waktunya. Saya ingin juga memfasilitasi proses pembelajaran yang saling menumbuhkembangkan. Saya ingin pengalaman positif yang satu menggerakkan pengalaman positif yang lain. Saya ingin juga membantu memaksimalkan kemerdekaan dan kenyamanan belajar para siswa, dan menguatkan karakter mereka. Saya yakin, renovasi, pembangunan baru, dan pengadaan sarana prasarana yang memadai membantu mewujudkan semua keinginan di atas.

Dalam artikel ini yang mau saya tonjolkan prinsip yang menjadi pedoman kerja saya ialah kualitas pendidikan di lembaga ini yang lima tahun lagi genap satu abad. Kualitas pendidikan di lembaga ini amat ditentukan oleh kualitas Kepala Sekolah, guru, pegawai, dan siswa. Kualitas dari keempat komponen ini amat turut ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang andal. Maka saya bersyukur sekali kepada Tuhan. Dia menjawabi mimpi saya melalui kemurahan hati Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menurunkan Dana Alokasi Khusus ke SMP Seminari pada awal masa jabatan saya ini. Seluruh proses pembangunan rampung pada bulan Februari, bulan pelantikan saya sebagai Kepala Sekolah.

 Kualitas Pendidikan yang mau ditingkatkan adalah terjemahan dari kepercayaan dan tanggung jawab yang sudah diletakkan di pundak saya pada hari pelantikan. Usaha peningkatan semangat kerja para guru dan pegawai, dan semangat belajar para siswa adalah prioritas yang akan dilakukan sebagai pengejawantahannya.

Sebelum menutup goresan ini, saya mau menyampaikan satu keyakinan besar yang saya miliki saat ini yakni setiap kepala sekolah di seantero Nusantara sudah menggantung mimpi-mimpi besarnya di langit untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya sendiri.

Asal kita mau melayani dengan tulus, dan bekerja sekuat tenaga untuk menggapai cita-cita kita, maka “All the universe conspires” – seluruh alam semesta akan mendukung, kata Paulo Coelho.

Tambahkan Teks Tajuk Anda Di Sini

Alex2

MULAI DARI HAL BIASA-BIASA DAN SEDERHANA

Catatan Reflektif Rm. Alex Dae, Pr

Hingga saat ini, 26 tahun sudah saya berkarya sebagai pembina calon imam tingkat SMP di Seminari St. Yoh. Berkhmans Todabelu. Hal dasar yang menjadi fokus karya adalah membantu para calon imam mencapai kematangan dalam 5–S (sanctitas=kekudusan, scientia=pengetahuan, sapientia=kebijaksanaan, sanitas=kesehatan, sosialitas=persaudaraan). Kendatipun dalam perjalanan hidupnya, seminaris “menjadi yang lain”, minimal sebagian spirit 5–S telah terinternalisasi. Ini akan menjadi bagian dari cerita kehidupan saat mereka telah “menjadi yang lain”.

SMP dan SMA Seminari St. Yoh. Berkhmans Todabelu merupakan internat. Sebuah sekolah berasrama yang lima tahun lagi merayakan satu abad kehadirannya di Mataloko, Kec. Golewa, Kab. Ngada, NTT. Sungguh suatu kebanggaan. Selain karena usia yang sudah matang, internat calon imam ini telah melahirkan ribuan utusan dalam berbagai bidang panggilan dan karya di seantero dunia. Kualitas hidup mereka telah diakui sekurang-kurangnya karena 5–S yang pernah menjadi bagian dari jiwa mereka selama berada di Seminari.

 

Ada apa dengan Seminari?

Tidak dimaksudkan untuk menyombongkan diri. Namun, jika menimbang-nimbang kiprah hebat dan istimewa sebagian alumninya di seantero dunia, pertanyaan yang mungkin muncul adalah “Ada apa dengan Seminari atau Apa yang terjadi di Seminari?” Mungkinkah terjadi proses tumbuh kembang yang luar biasa para calon imam dalam internat ini? Sebagai komunitas khusus, berbagai pertanyaan, dugaan, bahkan prasangka dapat saja muncul. Namun, internat ini tidak hanya memunculkan dugaan ini dan itu. Fakta-fakta tentang sepak terjang “rumah” ini telah membangkitkan niat dan antusiame banyak calon imam untuk memulai dan menjalani kehidupan baru mereka di sini. Mereka yakin, internat ini adalah rumah kedua, tempat mereka memacu tumbuh kembang mereka untuk hidup masa depan.

Tidak disangkal, segelintir orang memastikan bahwa Seminari sebagai lembaga pendidikan akan melahirkan imam-imam sudah seharusnya demikian. Melalui pengelolaan pendidikan dan pembinaan yang bermutu, Seminari memang harus menghasilkan para calon pemimpin umat yang “mumpuni”. Orang lain lagi mungkin yakin sungguh bahwa memang Seminari pasti menyelenggarakan pendampingan dengan proses istimewa.  Namun, mungkin juga, mereka yang pernah menapaki kaki di internat ini akan menilai biasa-biasa saja, atau masih jauh dari harapan. Entah apa yang dipikirkan, dirasakan, dikatakan, atau dievaluasi, pertanyaan di atas merupakan spirit, kepercayaan, sekaligus harapan untuk terus berinovasi dan berkreasi dalam pengabdian.

Rm. Alex dalam sebuah perbincangan dengan novelis Maria Matildis Banda.

Mulai dari hal biasa-biasa dan sederhana untuk mandiri

Percikan pengalaman ini tidak dimaksudkan untuk membahas semua hal mengenai pedoman pendidikan calon imam. Jika menimbang-nimbang jawaban atas pertanyaan di atas, jawabannya adalah mulai dari hal sederhana dan biasa-biasa, sejauh pengalaman saya. Hal-hal sederhana itu, misalnya merapikan tempat tidur, melipat pakaian, merapikan lemari, membuang sampah pada tempatnya, cara menggunakan toilet, bekerja hingga tuntas, mengembalikan alat kerja, mencuci pakaian, serta hemat menggunakan air. Ini hal biasa dan sederhana yang sebenarnya sudah dilakukannya di rumah. Dalam internat ini, para seminaris mengulang kembali sendiri. Jauh dari ketergantungan pada intervensi orang tua. Memang, Seminari harus menjadi instansi kedua yang memudahkan calon imam mengembangkan berbagai keterampilan dasar itu. Semuanya  dilakukan secara  hidup mandiri.

Suatu saat, saya bertanya kepada para seminaris tentang arti disiplin. Ada rupa-rupa jawaban sederhana, tetapi unik. Ada yang mengatakan, disiplin berarti merapikan tempat tidur; gunakan air secukupnya untuk urusan toilet; membuang sampah pada tempatnya; tidak membuang ludah di sembarangan tempat; berdoa sebelum dan sesudah makan; tahu menyapa; rela mengucapkan maaf dan terima kasih; serta memelihara keheningan. Ada yang memandang disiplin sebagai tenggang rasa saat mandi dan cuci. Baginya, hemat menggunakan air karena ada ratusan seminaris yang sedang antre untuk mandi itulah wujud disiplin. Hemat saya, itulah konsep disiplin yang jujur dan kontekstual. Mereka merumuskan kedisiplinan sebagai apa yang dialami. Mereka tidak membutuhkan konsep disiplin yang rumit. Artinya, seminaris lebih memahami disiplin sebagai sebuah contoh hidup.

Rm. Alex bersama Rm. Nani di Jogjakarta

Mengembangkan karakter dengan contoh

Karena hal yang lebih menyatu dengan hidup mereka adalah contoh, maka pengembangan karakter semestinya bertolak dari contoh hidup. Rm. Nani Songkares adalah salah satu pendamping asrama tingkat SMP yang konsisten dalam hal ini. Sampah di lingkungan sekitarnya misalnya, pasti tidak luput dari perhatiannya. Seminaris selalu diajaknya untuk turut memungut sampah. Dari pengalamannya, kebiasaan positif anak akan menetap jika ada konsistensi keteladanan. Keluhan bahwa seminaris sembrono membuang sampah hanya dapat diatasi jika para guru dan pembina menjadi contoh yang konsisten. Guru dan pembina mesti secara sengaja memungut dan membuang sampah pada tempatnya. Bahkan jika ternyata para seminaris lupa atau tidak mau melakukannya lagi. Konsestensi contoh harus tetap dirawat hingga menjadi suatu kewajiban yang dapat ditiru dan dilakukan secara spontan oleh para seminaris sendiri.

Prinsip yang sama saya lakukan saat mengatur penggunaan air bagi para seminaris. Mereka mesti membiasakan diri dengan budaya antre untuk mandi. Dengan jumlah 300 lebih seminaris, budaya antre amatlah penting. Di samping memupuk tenggang rasa, kualitas  kesabaran para seminaris dipertebal. Penjagaan dilakukan secara konsisten hingga mereka terbiasa dengan cara itu. Kendatipun kesadaran anak-anak belum stabil, saya yakin bahwa konsistensi ini efektif meyakinkan para seminaris untuk memikirkan hak orang lain.

Selama menangani tugas ini, pengulangan sangatlah penting artinya. Peringatan dan penguatan perlu terus-menerus dilakukan. Mempertebal kesadaran anak-anak untuk melaku­kan hal baik dengan gembira tidaklah mudah. Di sini, ketahanan saya untuk menginformasikan hal yang sama berkali-kali diuji. Rasa jenuh, bosan, dan ketidaksabaran sering memancing keinginan untuk tidak melakukannya. Inilah saat kritis yang dapat memutuskan konsistensi. Hal yang dapat saya lakukan untuk keluar dari kondisi kritis ini adalah membuat refleksi diri. Sejauh pengalaman saya, inilah cara yang tepat untuk menyelamatkan konsistensi pendampingan.  Pembaharuan spirit saya perlu dilakukan untuk mengubah cara pandang dan memperkuat perilaku positif terhadap berbagai keterampilan dasar pribadi. Para seminaris perlu dilatih untuk memberi respek terhadap hal biasa-biasa dan sederhana. Saya yakin, hal ini membuat karakter anak-anak lebih berkualitas.

 

Pembelajaran pada waktu dan tempat kejadian

Selama mendampingi seminaris menjalani kehidupan asrama, saya biasa menerapkan “pembelajaran pada waktu dan tempat kejadian”. Cara ini saya diterapkan saat seminaris melakukan kesalahan. Ketika anak-anak memboroskan air saat mandi, di situlah saya melakukan evaluasi. Demikianpun saat mereka tidak bekerja secara tuntas, evaluasi dan perbaikan saya berikan pada waktu dan tempat kejadian. Hemat saya, cara ini akan meninggalkan efek yang kuat dalam pikiran dan hati mereka. Menunda saat pembelajaran dan memindahkan tempat evaluasi dan refleksi dapat memperlemah keseriusan anak untuk memahami masalah dan akibat yang ditimbulkannya.

Dalam jangka pendek, para seminaris dapat menerimanya sebagai pembelajaran yang dalam menata kehidupan bersama di asrama. Efeknya mungkin bertahan sesaat. Namun, saya yakin, jika konsistensi keteladanan dan pengulangan yang konkret terus berlangsung, cara pandang dan perilaku positif para seminaris akan menetap.  

Untuk semua itu, sejauh pengalaman hidup bersama seminaris, komitmen untuk mengolah hal-hal biasa dan sederhana secara konsisten merupakan keharusan. Butuh keterlibatan yang lebih untuk membuat hal-hal biasa dan sederhana dalam hidup berasrama menjadi luar biasa dalam diri para seminaris (Rm. Alex Dae, Pr)

SMPdiskusi1

“PUASA: AKU VS DIRIKU”

Tema Menarik dan Panasnya Diskusi

MATALOKO – Kamis, (08/02/2024) menjadi hari yang baik bagi komunitas SMP Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko. Pada hari ini para seminaris mengadakan kegiatan diskusi ilmiah yang ditanggung oleh kelas IX C. Tema diskusi yang diangkat kali ini adalah “Puasa: Aku vs Diriku”. Kegiatan  ini berhasil menarik perhatian semua peserta diskusi yang hadir di aula SMP Seminari Mataloko.

Acara dimulai dengan sambutan pembuka dari Tim Prefek SMP yang diwakili oleh Fr. Brian Lagaor, SVD. Dalam sambutan pembukanya, Fr. Rian Lagaor, SVD menjelaskan alasan dan tujuan pemilihan tema. “Tema diskusi ilmiah ‘Puasa: Aku vs Diriku’ yang kita angkat kali ini merupakan salah satu bentuk persiapan untuk menyambut masa Prapaskah. Kita mesti melawan diri kita, terutama hal-hal yang bersifat keinginan. Kita diajak agar bisa memilih dan memilah kebutuhan dari keinginan; bisa mengendalikan diri. Tidak semua keinginan harus dipenuhi”, ungkap Fr. Rian Lagaor, SVD.

Kegiatan ini menjadi rutinitas bulanan siswa SMP Seminari Mataloko. Selain menggugah dan melatih jalan berpikir para seminaris, diskusi ilmiah menjadi sarana  pengembangan diri, mengasah kemampuan berbicara, dan yang terpenting memupuk kerelaan hati dalam sikap mendengarkan. Begitulah kira-kira tujuan kegiatan ini dibuat.

Diskusi ilmiah menjadi kegiatan unggulan yang dipercaya mampu mengubah pola pikir para seminaris dalam menjalankan rutinitas hidup dengan lebih baik. Kegiatan ini biasanya ditanggung oleh salah satu kelas dan diberi rentang waktu dua sampai tiga minggu untuk mempersiapkan materi. Waktu yang diberikan cukup lama karena pemateri membutuhkan data lapangan terkait tema dengan melakukan beberapa penelitian. Pemateri menyajikan makalah sebagai referensi masalah diskusi dan slide power point untuk untuk mempresentasikan materi kepada audiens.

Kelas IX C pada hari ini membawakan materi dengan baik. Kris Lidharmantara maju sebagai presentator untuk memaparkan materi yang telah disusun. Penjelasan tentang pantang dan puasa disampaikan dengan sangat baik oleh pemateri, terutama dalam konteks pertarungan antara kehendak diri dengan kedisiplinan. Mereka juga menggunakan pandangan filosofi stoikisme dari Zeno, salah seorang filsuf Yunani Kuno, tentang pengendalian diri. Penggunaan kata-kata dan istilah baru membuat audiens berdiri mengajukan pertanyaan informatif. Diskusi pun dimulai.

Saat tiba sesi diskusi, banyak audiens maju mempertanyakan tentang bagaimana hubungan dikotomi kontrol dengan pengendalian diri di kalangan seminaris. Setiap pertanyaan dijawab dengan baik oleh pemateri. “Seminaris harus bisa mengendalikan diri secara sadar mengingat dikotomi kontrol adalah kondisi manusia mengendalikan diri secara sadar dan tidak sadar. Begitulah kira-kira jawaban kelas IX C, dikutip dari tanggapan Kris Lidharmantara saat diskusi.

Suasana seketika memanas ketika Ian Roga berdiri mengajukan beberapa kritikan atas makalah pemateri. Dia beranggapan bahwa adanya perbedaan makna yang dijelaskan oleh pemateri. Hal itu justru menimbulkan suatu keambiguan. Terlebih lagi terdapat manipulasi penyusunan data kuesioner. Ian Roga mati-matian meminta pertanggungjawaban pemateri terkait adanya indikasi kecurangan data kuesioner yang diambil pemateri. “Kalau data kuesioner dimanipulasi, ini berarti bukan diskusi ilmiah, tetapi diskusi opini”, ungkap Ian Roga saat mengkritik makalah kelas IX C. Seketika diskusi pun menjadi panas diiringi riuhan audiens yang tidak terkendali.   

Ada hal menarik terjadi setelah Ian Roga menyampaikan kritikannya. Eskil Lou berdiri membantu kelas IX C untuk memberikan jawaban. “Perbedaan data kuesioner itu bukan manipulasi melainkan karena kesalahan kalkulasi semata. Jangan memperdebatkan hal yang tidak perlu. Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Jadi, teman Ian Roga tidak bisa menuntut kesempurnaan itu”, ungkapnya. Banyak audiens kaget mendengar komentar Eskil Lou karena seharusnya sebagai seorang moderator ia tidak perlu menjawab demikian.

Panasnya diskusi terus berjalan sampai akhirnya Fr. Orsan, OFM berdiri untuk menyampaikan masukan. “Data kuesioner memang harus dipertanggungjawabkan dengan baik dan jujur karena di situlah letak keilmiahan diskusi ini. Tujuan kita berdiskusi adalah untuk mencari sebuah kebenaran bersama. Boleh-boleh saja kita berdebat, tetapi ingat bahwa kita tidak bisa memenangkan ego masing-masing. Tadi, pemateri sudah mengakui kelalaian mereka kepada audiens. Maka, baiklah kita saling mendengarkan satu sama lain.” Begitulah kira-kira tanggapan Fr. Orsan, OFM yang sekaligus menutup panasnya diskusi hari ini. Suasana dinetralkan ketika Berchmawan Junior Acustic memainkan beberapa lagu selingan yang dinyanyikan bersama.

Di akhir diskusi, Fr. Igin O.Carm memberikan beberapa komentar dan masukan terkait jalannya diskusi. Ia menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada para pemateri dan semua peserta diskusi yang telah menunjukkan keterlibatan aktif dalam kegiatan diskusi ilmiah ini. Selain itu, Fr. Igin O.Carm juga memberikan catatan atas peran moderator sebagai pemandu utama diskusi. “Eskil belum bisa menjalankan tugas pokoknya dengan baik. Dia adalah moderator dalam diskusi ini. Perkataannya tadi seolah-olah menunjukkan pembelaan terhadap kelas IX C sebagai pemateri. Kita belajar dari kekeliruan-kekeliruan seperti ini supaya tidak terjadi lagi dalam diskusi-diskusi berikutnya.” Itulah kira-kira tanggapan Fr. Igin O.Carm di akhir kegiatan diskusi ilmiah kali ini.

Walaupun suasana diskusi cukup tegang dan panas, hal itu hanya berlangsung di ruang diskusi saja. Di luar ruang diskusi, para seminaris tetap menjalin relasi dengan baik. Solidaritas tetap berjalan; keakraban kembali seperti semula.

Peliput: Dovi Nono (IX A)

SMP1

GUDEP SMPS SEMINARI SELENGGARAKAN HIKING

Mengisi Hari Guru Nasional

Gudep SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Mataloko, berkekuatan 9 kloter ini menyelenggarakan hiking, di seputaran Mataloko, Sabtu (25/11/2023).

Lengkapnya rute hiking dimulai dengan mendaki bukit Wolo Riti di belakang Kampung Wolokuru, lalu menuruni bukit melewati Jembatan Bheto Keli, menyusuri lereng bukit Wolo Sasa, turun sampai ke dasar bukit, lalu masuk ke jalan raya Mataloko.

Kegiatan tersebut bertepatan dengan Hari Guru Nasional (HGN), saat sebagian besar guru SMPS mengikuti serangkaian kegiatan HGN di luar sekolahnya.

Diawali apel bersama memperingati Hari Guru Nasional di Lapangan Apel SMA, pelepasan masing-masing regu dilaksanakan oleh Ermelinda Muku, S.Pd, atau Kak Ermin, guru pembina Pramuka SMPS Seminari.

Ermelinda Muku melepaskan kloter-kloter hiking.

Hadir sebagai instruktur kegiatan Antonius Ndiwa, akrab disapa Kak Anton, Instruktur Pramuka Gudep Seminari, dan Ubaldus Mere, atau Kak Dus, guru SMPN 1 Maukeli yang telah memasuki purna bakti.

“Kegiatan hiking ini menarik sekali. Penuh tantangan. Jalani kegiatan ini dengan gembira tapi bersungguh-sungguh, ikuti semua peraturan yang ada. Ikuti dengan penuh kedisiplinan, miliki semangat tahan uji,” pesan Kak Ermin, mewakili Kepala SMPS.

Patahkan Rintangan

Dalam rombongan, seluruh peserta harus melewati berbagai rintangan. “Penjelajahan ini terbilang ekstrim. Harus mendaki dan menuruni bukit terjal,” jelas Kak Ermin.

Pada pos rintangan pertama, misalnya, mereka harus melewati titian di atas kubangan kerbau. Mereka harus bisa memecahkan sandi sebagai password-nya. Mereka harus bisa memastikan semua anggota regu selamat.

Mengucapkan ‘Selamat Hari Guru’ kepada para guru

“Bayangkan saja kalau itu bukan kubangan kerbau, tapi kolam yang dalam dan banyak buayanya. Semua harus selamat kan?” jelas Kak Anton saat ditemui, Minggu (26/11).

Pada pos yang lain, mereka harus memasuki kebun warga. Di sini mereka diwajibkan berkomunikasi dengan warga untuk bisa memecahkan sandi. Keterampilan bernegosiasi penting dikuasai.

Snack berupa ubi-ubian dan teh disiapkan di kebun. Namun, mereka hanya dapat menikmatinya setelah mampu memecahkan kode. Kerja sama dalam kelompok sangat penting. Tanpa kerja sama upaya pemecahan mungkin terjadi, tapi berlarut-larut, dan tidak efektif. Akibatnya, mungkin lapar.

Makan siang disiapkan Seminari secara mencukupi. Namun, mereka harus melewati berbagai rintangan alam, yang menuntut kerelaan saling menolong. “Mereka tidak bisa langsung makan. Mereka juga tidak boleh memikirkan hanya dirinya sendiri. Harus ada kasih sayang, dan kerelaan membantu,” Kak Anton menambahkan.

Kak Anton (tengah) dan Kak Dus (kanan) di Kamar Makan para Romo

Nilai-Nilai yang Hidup

Banyak nilai bisa dialami dan dihayati para siswa melalui kegiatan yang satu ini. Selain berbagai keterampilan kehidupan, nilai-nilai yang tertuang dalam Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka dapat dipelajari dan menjadi living values. Hal ini ditekankan Kak Ermin, sejak awal pelepasan.

“Kecintaan pada Tuhan, misalnya, nyata ketika anak-anak saling menghormati, dan memiliki kasih sayang. Masuk kebun orang, lihat pepaya masak, mereka tidak serta merta mengambil. Ada nilai yang mengawal mereka. Itu kesucian,” tegas Kak Anton penuh semangat.

“Mereka juga diajak mencintai alam,” sambung Kak Dus. “Tapi mereka harus ada dalam kebersamaan. Jadi patuh satu sama lain, saling mendengar, tidak menang sendiri. Kalau ada rintangan harus tabah. Kalau membantu harus tulus, itu semua nilai-nilai Dasa Darma,” lanjutnya.

Kak Anton, menyiagakan Penegak

“Jangan lupa, mereka jalan kaki cukup jauh. Mereka berolahraga, berkeringat, sehat. Mereka diajak mencintai kehidupannya,” Kak Anton melengkapi. Pengalaman-pengalaman ini kaya untuk direfleksikan.

Hidup di Tengah Alam

Sehari sebelum hiking, diadakan latihan membangun kemah, khusus untuk kelas VII. “Banyak siswa belum mempunyai pengalaman berpramuka saat mereka di SD. Jadi mereka harus dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar,” kata Kak Anton.

Salah satu keterampilan yang perlu mereka asah adalah bertahan hidup di tengah alam. “Karena itu mereka perlu berlatih membangun kemah, membuat dapur, tempat jemur, menata pagar, membuat simpul-simpul tali,” tutur Kak Dus.

Hidup ke depan sering tidak bisa diduga. Orang harus bisa hidup dalam keterbatasan di tengah alam.

Lelah? Ya! Tapi tetap ceria!

Kesan Mendalam

“Anak-anak Seminari itu kemampuan mendengarnya bagus, cepat tanggap, dan mereka patuh,” kata Kak Dus. “Saya gembira mendampingi mereka.”

 Kak Ermin juga menyatakan kepuasan dan rasa harunya. “Anak-anak kita tahan banting. Kakak-kakaknya yang dari SMA tulus sekali membantu. Mereka kompak, dan sangat menyayangi adik-adiknya. Mereka selalu berusaha memastikan adik-adiknya makan dulu, minum dulu, baru memikirkan dirinya. Mereka itu tahan haus demi adik-adiknya. Saya terharu sekali. Selain itu mereka teliti. Kalau tanda-tanda jejak tidak mereka baca dengan teliti, mereka bisa tersesat, karena ini rute baru.”

Penegak dari SMA ikut membantu

Pramuka membantu anak-anak walk the talk – melakukan, menghayati, dan tidak sekadar mengatakan.

Kesan lainnya, para siswa itu taat. “Dalam kelompok mereka tidak sembarangan. Mereka teratur, tapi kreatif, dan penuh konsentrasi. Ini bagus sekali untuk jadi bekal kehidupan,” kata Kak Dus.

Kak Dus mengharapkan, kegiatan ini rutin dilakukan.

“Satu minggu satu kali ada kegiatan Pramuka itu bagus sekali,” tambah Kak Anton. Banyak pengetahuan dan keterampilan yang harus mereka dalami.

Tetap semangat, tahan uji, kompak, tidak patah arang

“Kalau pengetahuan dan keterampilan mereka dangkal, mereka kesulitan ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan dengan tingkat kesulitan dan tantangan yang lebih tinggi,” tambah Kak Anton. Ada Pramuka di tingkat Kabupaten. Ada Jambore. Ada Raimuna. Semua itu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang lebih memadai (Nani Songkares).