Panggilan merupakan inisiatif Allah dalam mengumpulkan dan menyaring orang-orang terpilih sebagai pewarta firman-Nya. Seminaris terpanggil sebagai bibit bibit unggul yang disemaikan menurut sistem lambang calon imam. Namun dalam perjalanannya, sering kali seminaris tersebut menjadi pemberontak terhadap panggilannya sendiri.
Perlu kita ketahui, bahwa panggilan harus dapat dilandasi oleh 2 hal penting, yaitu tobat dan hidup doa. Perlu kita ketahui kedua hal inilah yang akan menjiwai rangkaian perjalanan seorang calon imam menuju imamat.
Pertobatan Sebagai Awal Panggilan
Masih ingat Santo Paulus? Ya, mantan penganiaya orang Kristen ini mengawali perjalanan pewartaannya dengan pertobatan terbesar dalam hidupnya. Saulus yang semula merupakan musuh kekristenan bertransformasi menjadi Paulus, sang pembela iman Kristen.
Melalui kisah Santo Paulus, kita belajar bahwa sebelum menapaki panggilan, hal terutama yang kita penuhi adalah pertobatan diri yakni menyesali secara penuh segala dosa kita. Nah, sering kali para seminaris mengabaikan poin pertobatan. Mereka lebih memilih jatuh ke lubang yang sama, ketimbang kembali ke jalan yang benar.
Tentunya, hal itu akan merugikan seminaris itu sendiri. Perilaku buruk berulang-ulang hanya akan mengantarkan dirinya pada tahap pengawasan yang berujung pada terseleksinya seminaris tersebut.
Oleh karena itu , sangat penting bagi kita untuk dapat mencapai pertobatan. Dengan posisi ini, seorang seminaris dapat mengevaluasi diri dan mengambil keputusan terbaik bagi segala proses perjalanannya dalam menapaki panggilan imamat. Meski Paulus hidup pada zaman yang amat berbeda dengan kita, sekurang-kurangnya ia dapat memberikan sebuah gambaran pertobatan yang berkesan bagi kita.
Hidup Doa: Membangun Dialog Bersama Allah
Manusia memiliki hidup yang seluruhnya bergantung pada kehendak dan rencana Sang Pencipta. Dari sebab itu, manusia coba membangun kedekatan dengan Allah (intimitas relasional). Namun, sering kali manusia menyalahgunakan kedekatan tersebut.
Kita ambil contoh seputar kehidupan para seminaris. Umumnya pada hari-hari biasa, para seminaris sangat jarang mampir ke gua Maria untuk menyerahkan ujud intensi mereka. Namun, ketika ujian hampir tiba, kita akan menyaksikan betapa penuhnya kotak intensi yang berisikan berbagai kertas ujud di depan patung Bunda Maria.
Nah, dari ilustrasi di atas kita dapat melihat bahwa banyak para seminaris berdoa hanya Ketika dalam situasi-sulit saja. Demikian juga isi doanya, lebih banyak meminta dari pada mengucap syukur. Tentu tidak salah kalau dalam doa kita meminta kepada Tuhan. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah kita lebih banyak meminta dari pada bersyukur dan membangun hubungan yang lebuh intim dengan Allah. Kesannya kita mencari dan membutuhkan Allah hanya di saat kita sedang dalam situasi sulit.
- Albert Dedon, ketika mengurai tema tentang Doa di hari ke-2, mengajak kita semua untuk selalu memberikan waktu yang terbaik bagi Tuhan. Jangan datang kepada Tuhan hanya di saat kita sedang dalam situasi sulit atau ketika kita sedang lelah. Doa sendiri merupakan jembatan komunikasi yang dapat membantu kita dalam memahami kehendak Allah. Jika doa hanya diisi dengan rentetan permintaan secara terus menerus, kapan kita ada waktu untuk bersyukur dan mendengarkan kehendak Sang Pencipta?
Kiranya aspek doa tetap menjadi dasar kuat yang selalu dipegang teguh dalam rutinitas seminaris menuju imamat. Perlu diingat bahwa menjadi imam berarti dipanggil untuk menjadi pelaksana kehendak-Nya. Jika kita tidak mulai berdialog dengan Allah dari sekarang, lalu kapan hubungan kita dengan Sang Pencipta menjadi lebih akrab?
Aplikasi Seminaris dalam Rutinitas dan Pastoral
Seiring munculnya berbagai hambatan dalam menapaki panggilan, seminaris terus ditantang agar dapat mengendalikan diri dan memperkuat panggilan dalam dua aspek dasar, yaitu pertobatan dan hidup doa. Selain itu, dengan semakin maraknya teknologi dan menurunnya minat masyarakat global terhadap evangelisasi, membuat seminaris dituntut agar dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Sebelum berpastoral keluar, para seminaris mesti terlebih dahulu memperkuat aspek evangelisasi ke dalam. Dengan kata lain, para seminaris mesti terlebih dahulu diinjili sebelum ia menginjili. Ini bukan sebuah anjuran, tetapi tuntutan yang mesti dipenuhi supaya dapat menjadi manusia Injil (vir evangelicus). Hal ini dimaksudkan agar seminaris dapat memiliki bekal yang kuat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pewarta Firman sekaligus calon gembala umat Kristiani.
Menapaki panggilan suci melalui hidup doa adalah suatu perjalanan yang membutuhkan kesetiaan, keberanian, dan kegigihan. Ini adalah panggilan untuk menjalani kehidupan yang diperdamaikan dengan Tuhan, merenungkan kasih-Nya yang tak terhingga, dan mengabdi kepada sesama dengan cinta yang tulus. Hidup doa adalah fondasi dari kesucian kita sebagai seorang seminaris, sebuah panggilan mulia yang mengarahkan kita menuju persatuan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta dan sesama (Anjelo Jago, IX A – editor: Fr. Orsan, OFM)