Kita merupakan manusia yang tidak akan pernah luput dari dosa. Sering kali kita jatuh ke dalam dosa tanpa rasa ketakutan. Pertanyaannya adalah apakah kita menyesali dosa-dosa yang telah kita lakukan selama ini? Jika ya, maka kita tentunya akan memiliki rasa penyesalan yang dalam terhadap Tuhan. Satu-satunya cara untuk membayar dosa-dosa dan rasa penyesalan tersebut adalah dengan pertobatan. Pertobatan akan menghantar kita kembali kepada Allah dan merasakan kedamaian di dalam pelukan kasih-Nya.
Panggilan Untuk Bertobat
Sebagai seorang Katolik, secara khusus sebagai seorang seminaris, kita percaya bahwa panggilan untuk bertobat adalah suatu panggilan yang sangat penting dan relevan dalam kehidupan kita. Bertobat bukanlah hanya sekedar mengakui dosa-dosa kita, tetapi juga merupakan suatu proses yang melibatkan perubahan hati dan pikiran kita. Ini adalah suatu panggilan untuk mengubah hidup kita, untuk kembali kepada Tuhan dan memperbaiki hubungan kita dengan Dia.
Dalam Kitab Suci, kita sering kali mendengar tentang panggilan untuk bertobat. Yesus sendiri berkhotbah tentang pentingnya bertobat dan mengajarkan kita untuk mengakui dosa-dosa kita dan berbalik kepada Allah. Yesus memberikan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Matius 4:17). Ini menunjukkan bahwa bertobat adalah suatu panggilan yang sangat penting dalam kehidupan kita sebagai sebagai seminaris dan hal ini menyangkut jaminan akan kehidupan setelah kematian (eskaton).
Selain itu, bertobat juga merupakan suatu panggilan untuk mengubah hidup kita agar lebih sesuai dengan ajaran-ajaran Yesus. Ini berarti kita harus berusaha untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti kasih, keadilan, ketaatan, kedisiplinan, dan kerendahan hati. Bertobat juga berarti kita harus berusaha untuk memperbaiki hubungan kita dengan orang lain, dan dengan Tuhan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menghadapi godaan untuk tidak bertobat. Kita mungkin merasa malas, takut, atau bahkan tidak peduli dengan pentingnya menjaga stabilitas aturan hidup bersama di seminari. Namun, sebagai seminaris, kita harus selalu mengingat panggilan untuk bertobat dan berbuah dalam ketaatan untuk menjalankan aturan hidup harian dengan baik dan penuh tanggung jawab. Yesus telah menunjukkan ketaatan-Nya yang total kepada kehendak Bapa-Nya (Yoh 6:38). Dengan demikian, panggilan kita adalah taat kepada aturan-aturan yang ada di seminari. Aturan-aturan yang ada di seminari merupakan sarana bagi kita untuk mencapai kedewasaan hidup sebagai seorang pengikut Kristus yang sejati; sebagai seorang calon imam yang baik. Dengannya, kita pun telah mengambil bagian di dalam ketaatan Yesus terhadap kehendak Bapa-Nya (Mat 12:50).
Berguru Pada Santo Paulus Rasul
Santo Paulus merupakan salah seorang tokoh yang berpengaruh dalam Gereja Katolik. Ia adalah seorang pendosa yang bertobat. Pertobatan Santo Paulus sangat unik dan radikal hingga ia dipilih langsung oleh Kristus untuk menjadi rasul-Nya (Kis 9:1-19a).
Pertobatan Santo Paulus tidak saja berguna bagi dirinya sendiri. Setelah mengalami pertobatan, Santo Paulus tidak berpuas diri dan diam di tempatnya. Pertobatan justru menghantarnya pada suatu perubahan yang radikal di dalam hidupnya. Ia terus bertekun di dalam iman dan pengharapan akan Yesus Kristus sambil bekerja untuk mewartakan kasih dan kebaikan Allah melalui hidupnya.
Santo Paulus mengingatkan kita bahwa bertobat bukanlah sekadar mengakui dosa-dosa kita, tetapi juga mengubah hidup kita secara fundamental. Dalam suratnya, ia menulis: “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, yang tidak dapat ditarik kembali, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian” (2 Korintus 7:10). Ini menunjukkan bahwa bertobat adalah suatu perubahan hati yang mendalam, yang tidak hanya dipicu oleh penyesalan, tetapi juga oleh keinginan yang tulus untuk berubah dan hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Bertobat juga berarti mengakui bahwa kita tidak dapat hidup tanpa bantuan dan anugerah Allah. Santo Paulus menulis, “Sebab oleh kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah…” (Efesus 2:8). Ini menunjukkan bahwa bertobat adalah suatu proses yang membutuhkan kerendahan hati dan ketergantungan pada Allah.
Selain itu, Santo Paulus juga mengingatkan kita bahwa bertobat adalah suatu panggilan yang terus-menerus. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, ia menulis, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2). Hal ini menunjukkan bahwa bertobat adalah suatu proses yang berkelanjutan, yang membutuhkan kesungguhan hati (komitmen) dan ketekunan.
Pertobatan Sebagai Jalan Menuju Kesempurnaan
Pertobatan adalah suatu konsep yang sangat penting dan mendalam. Ini bukan sekadar pengakuan dosa, tetapi merupakan sebuah proses spiritual yang memungkinkan seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencapai kesempurnaan dalam hidupnya. Pertobatan bukanlah hanya sekadar mengakui kesalahan, tetapi juga merupakan sebuah perjalanan menuju transformasi spiritual yang lebih dalam.
Pertobatan dapat dianggap sebagai jalan menuju kesempurnaan karena melalui proses ini, seseorang mengakui dosa-dosanya dan berusaha untuk meninggalkannya. Dalam melakukan pertobatan, seseorang mengalami proses refleksi diri yang mendalam, mengenali kelemahan-kelemahan mereka, dan bertekad untuk berubah menjadi lebih baik. Ini merupakan langkah awal yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter yang lebih baik.
Dalam ajaran Katolik, pertobatan juga melibatkan pertobatan kepada Allah dan kepada sesama. Ini bukan hanya tentang memperbaiki hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia. Pertobatan mengajarkan pentingnya kasih, pengampunan, dan keadilan dalam hubungan antar manusia. Dengan memperbaiki hubungan ini, seseorang dapat mencapai kesempurnaan dalam kasih dan menjadi teladan bagi orang lain.
Selain itu, pertobatan juga melibatkan Sakramen Rekonsiliasi atau Pengakuan Dosa. Melalui sakramen ini, seseorang berbicara dengan seorang imam dan mengakui dosa-dosanya. Dengan penuh kerendahan hati, mereka menerima pengampunan Allah melalui imam yang diwakilkan-Nya. Sakramen ini memberikan kesempatan bagi seseorang untuk merasakan kasih dan pengampunan Allah secara langsung, mengalami pemulihan spiritual yang mendalam, dan memperkuat tekad untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Oleh karena itu, pertobatan mesti melibatkan komitmen untuk meninggalkan dosa dan mengubah perilaku yang buruk. Misalnya, berubah dari perilaku yang suka ribut dan melanggar aturan menjadi pribadi yang mencintai keheningan (silentium) dan taat aturan. Ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan tekad atau komitmen yang kuat untuk terus berjuang melawan godaan dan kelemahan diri.
Makna Pertobatan Bagi Para Seminaris
Kata pertobatan sudah tidak asing lagi dalam kehidupan di seminari. Sebagai seorang seminaris, kita memang sudah sering melakukan pertobatan dengan menerima sakramen tobat atau sakramen rekonsiliasi atau sakramen pengakuan dosa. Namun, sungguhkah kita memaknai secara benar pertobatan itu sendiri?
Setidaknya ada empat makna pertobatan yang perlu kita pahami. Pertama, pertobatan dimaknai sebagai perjuangan untuk setia kepada Allah. Kedua, pertobatan dimaknai sebagai perjuangan untuk memberikan ketulusan kepada Allah. Ketiga, pertobatan dimaknai sebagai perjuangan untuk setia kepada kebaikan dan kebenaran. Keempat, pertobatan dimaknai sebagai perjuangan untuk setia kepada kedisiplinan diri.
Selain itu, pertobatan juga memerlukan pengorbanan untuk berubah. Pengorbanan tersebut bisa melalui hal-hal sederhana, seperti berkorban untuk menahan diri dari kesenangan pribadi. Semua aturan yang dibuat bukan semata-mata hanya untuk kepentingan seminari, melainkan untuk menciptakan bibit-bibit berkualitas yang akan tumbuh dalam diri para seminaris, yang akan menjadi pemimpin umat dan masyarakat ataupun menjadi orang yang berguna. Namun masih banyak di antara para seminaris yang masih tidak peduli atau acuh tak acuh akan hal tersebut, dan memilih untuk melanggar pelanggaran yang ada.
Pertobatan dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju ke arah yang baik. Pertobatan bisa dilaksanakan dengan hal-hal sederhana, contohnya bertobat untuk maki, bertobat untuk mencuri, bertobat untuk membuat keributan pada jam-jam silentium, bertobat untuk melakukan kekerasan, dan lain-lain. Meskipun terlihat sementara, namun memberikan dampak yang signifikan bagi diri para seminaris di masa kini dan yang akan datang. Oleh karena itu, sebagai seminaris kita harus melakukan perubahan dengan pertobatan demi kesejahteraan bersama dan menjadi saksi bagi umat dan masyarakat meskipun saat ini masih menjalani proses Pendidikan di lembaga seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko (Jeyzco Upi (IX A – editor: Fr. Orsan, OFM)