Catatan Bpk. Heronimus Aloysius Pulu
Konsep belajar sepanjang hayat (long life learning) akan terus berlangsung sepanjang kehidupan setiap orang termasuk diriku. Sesuatu hal yang baik pasti banyak ujian dalam melakukan. Namaku Heronimus Aloysius Pulu yang biasa disapa Ronny. Aku adalah seorang guru pada SMPS Seminari St. Yoh. Berkhmans Mataloko yang terletak di wilayah Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sebenarnya aku tidak layak disebut sebagai guru karena hanya bermodalkan ijazah SMA. Aku sempat berada di tingkat akhir namun tidak sampai menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Lagi pula bidang yang kugeluti di perguruan tinggi tidak berkaitan dengan pendidikan di sekolah, sehingga jauh dari kompetensi seorang guru. Namun demikian, karena kuasa Tuhan dan terdorong oleh semangat belajar sebagai aktivitas yang menyenangkan, sudah hampir 18 tahun aku berada dan mengabdi di almamaterku ini. Pada awalnya, aku dipercayakan sebagai instruktur pada sanggar seni keterampilan Berkhmawan. Lalu kemudian aku dipercayakan menjadi guru untuk mata pelajaran Prakarya dan Bahasa Latin .
Sekolahku merupakan bagian dari sebuah lembaga pendidikan calon imam Katolik yang bernama Seminari Menengah St. Yoh. Berkhmans Todabelu Mataloko, sebuah sekolah berasrama untuk jenjang SMP dan SMA yang pada tahun ini berusia 94 tahun. Walaupun sebagai lembaga pendidikan khusus, sekolah ini tetap menjalankan kurikulum pemerintah (Kurikulum Merdeka) selain kurikulum khusus Seminari yang menjadi kekhasan semua seminari di seluruh Indonesia. Salah satu mata pelajaran khusus Seminari adalah Bahasa Latin, sebuah bahasa baku yang dikenal menjadi induk beberapa bahasa di Eropa dan sering digunakan dalam liturgi gereja Katolik. Sungguh tidak disangka bahwa sejak dua tahun lalu aku mendapat kepercayaan untuk mengampu mata pelajaran ini yang lazim dijalani oleh seorang imam atau frater (calon imam tingkat perguruan tinggi).
Sebagai guru Bahasa Latin yang mungkin pertama dari kalangan awam yang terjadi di sekolah ini, aku beranikan diri untuk menerima tantangan ini. Walau hanya bermodalkan secuil pengetahuan dasar tentang Bahasa Latin. Memang aku pernah belajar saat menjadi seminaris pada 40-an tahun silam. Aku meyakini bahwa sesulit apa pun itu pasti bisa dipelajari asalkan memiliki tekad yang kuat untuk belajar.
Pada titik ini aku bersyukur bahwa materi dalam buku panduan masih tetap sama seperti dahulu saat aku baru mulai mengenal Bahasa Latin. Lagi pula sebagai salah satu dari sekian ribu alumni yang kembali mengabdi di lembaga ini tentunya aku memiliki kewajiban moral untuk tetap mempertahankan eksistensi dan kontinuitas lembaga pendidikan calon imam Katolik ini. Nilai-nilai kehidupan yang selalu ditanamkan dalam diri para seminaris dan sudah kami rasakan manfaatnya harus terus dipertahankan dan ditingkatkan dari hari ke hari.
Bisa berkomunikasi dalam suatu bahasa asing tentu menjadi sesuatu yang menarik, sehingga menggugah orang untuk mau memelajarinya. Bahasa Latin tidak seperti bahasa asing lainnya yang bisa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Hal ini tentunya menjadi tantangan untuk bisa meyakinkan para siswa agar mau belajar Bahasa Latin, sebuah bahasa baku yang nyaris tidak digunakan sebagai bahasa percakapan. Para seminaris selalu diingatkan bahwa jika kita menguasai Bahasa Latin maka kita akan mudah memelajari beberapa bahasa lain di Eropa seperti Italia, Perancis, Spanyol, dan Jerman.
Pembelajaran di kelas harus menarik minat siswa. Dalam rangka menggugah semangat belajar para seminaris, semua materi aku kemas dalam bentuk file powerpoint dengan animasi yang menarik. Untuk bisa berbahasa asing tentunya harus menguasai tata bahasa dan kosa katanya. Dalam perjalanan waktu ada beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mengingat kosa-kata dan gramatika Bahasa Latin. Selain dibuatkan latihan yang berulang-ulang pada lembar kerja, beberapa materi penting juga dikemas dalam bentuk lagu dan dinyanyikan bersama (kadang aku iringi dengan alat musik). Pada saat tertentu juga aku menyediakan waktu untuk bimbingan pribadi bagi seminaris yang mengalami kesulitan, baik di dalam kelas maupun di tempat lain yang memungkinkan.
Aku belajar sambil mengajari siswa. Tidak ada sesuatu yang sulit yang tidak bisa dipelajari, asal ada kemauan dan tekad yang kuat. Ada yang bisa dalam waktu singkat, dan ada yang membutuhkan lebih banyak waktu agar bisa. Teman-teman guru yang tentunya lebih memiliki kompetensi harus mampu memahami kelebihan dan kekurangan setiap siswa, membimbing dan mendampingi dengan tulus hati.
Aku selalu merasa bahwa para siswa adalah anak/adik/cucuku. Aku berusaha memperlakukan mereka secara baik dengan penuh kasih. Aku berusaha menunjukkan keteladanan yang layak dicontohi karena aku sadar guru itu untuk digugu dan ditiru. Aku berusaha menjadikan diriku guru yang disenangi siswanya, bukan guru yang menakutkan. Aku mengalami, bila siswa menyukai guru maka mereka akan menyukai pelajarannya. Mereka akan berusaha mencerna dengan baik apa yang kita sampaikan.